Hidup dijaman modern seperti sekarang ini justru ada kecenderungan masyarakat menggunakan obat Jamu dan Herbal untuk pengobatan. Kembali ke alam (back to nature) merupakan pilihan alternatif yang diminati banyak masyarakat sekarang ini, terutama dalam bidang pengobatan dan makanan sehari-hari.
Penggunaan tumbuhan-tumbuhan berkhasiat obat atau lebih dikenal dengan Jamu atau herbal sebetulnya sudah lama dikenal oleh masyarakat kita. Walaupun sekarang sudah banyak Jamu diproduksi dan dikemas secara modern. Namun tradisi minum Jamu atau Herbal secara tradisional masih banyak ditemukan dimasyarakat Indonesia , terutama di desa-desa.
Sudah banyak terbukti keampuhan dan khasiat Jamu dan herbal. Disamping lebih ekonomis, herbal juga mempunyai efek samping yang sangat kecil. Walaupun demikian, masih banyak masyarakat kita yang meragukan khasiat herbal. Memang diakui bahwa daya penyembuhan jamu dan herbal tidak sedahsyat obat kimia. Pengobatan dengan jamu dan herbal membutuhkan waktu lama.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kenapa jamu dan herbal tidak bekerja dengan efektif. Penyajian yang salah, waktu minum yang tidak tepat, dosis yang tidak tepat, dan ketidak sabaran pemakainya adalah faktor-faktor yang menyebabkan herbal tidak efektif.
Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma dalam bukunya “Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit” menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengkonsumsi herbal sbb:
1. Cuci simplisia tumbuhan obat (herbal) dengan air mengalir sampai bersih.
2. Segera gunakan herbal segar yang telah bersih untuk pengobatan. Jika bahannya besar atau tebal, sebaiknya potong-potong tipis agar saat perebusan zat-zat yang terkandung didalamnya mudah keluar dan meresap dalam air rebusan. Untuk herbal yang disimpan, keringkan lebih dahulu setelah dicuci agar tahan lama dan mencegah pembusukan oleh bakteri dan jamur. Bahan kering (simplisia) juga lebih mudah dihaluskan untuk dijadikan serbuk (bubuk). Pengeringan dapat langsung di bawah sinar matahari atau memakai pelindung. Dapat juga diangin-anginkan, tergantung dari ketebalan atau kandungan airnya.
3. Seduh langsung bahan yang telah dijadikan bubuk (serbuk) dengan air panas atau mendidih.
4. Untuk bahan yang keras dan sukar diekstrak, sebaiknya hancurkan dan rebus terlebih dahulu sekitar 10 menit sebelum memasukkan bahan lain.
5. Gunakan air tawar bersih dan tidak mengandung zat kimia berbahaya untuk merebus. Pastikan jumlahnya cukup sehingga seluruh bahan berkhasiat obat terendam sekitar 3 cm.
6. Untuk merebus bahan berkhasiat obat, gunakan wadah yang terbuat dari periuk tanah (keramik), panci enamel, atau panci beling. Jangan menggunakan wadah dari logam, seperti besi, aluminium, dan kuningan. Logam mengandung zat iron trichloride dan potassium ferrycianide. Zat tersebut menimbulkan endapan pada air dalam mengobati penyakit. Selama perebusan, jangan terlalu sering membuka tutup wadah agar kandungan minyak atsirinya tidak mudah hilang.
7. Gunakan api sesuai dengan jenis herbal yang direbus.
Api kecil : Gunakan untuk merebus herbal yang berkhasiat sebagai tonikum, seperti ginseng dan jamur ling zhi agar kandungan aktifnya terserap kedalam air rebusan (rebus sekitar 2 jam).
Api kecil : dengan waktu perebusan yang lama juga digunakan untuk jamu dan herbal yang mengandung toksin, seperti mahkota dewa agar kandungan toksinnya berkurang.
Api besar : Gunakan untuk merebus herbal atau simplisia yang berkhasiat diaforetik (mengeluarkan keringat) dan mengandung banyak minyak atsiri, seperti daun mint, cengkih dan kayu manis. Setelah mendidih, masukkan bahan dan rebus sebentar. Dengan cara ini, kandungan atsirinya tidak banyak hilang karena proses penguapan yang berlebihan.
8. Jika tidak ada ketentuan lain, perebusan dianggap selesai saat air rebusan tersisa setengah dari jumlah air semula, misalnya 800 cc menjadi 400 cc. Jika bahan yang direbus kebanyakan berupa bahan keras, seperti biji atau batang maka air rebusan disisakan sepertiganya, misalnya 600 cc menjadi 200 cc.
9. Jika mengandung bahan kering, umumnya dosis (takaran) setengah dari jumlah bahan segar. Misalnya, pemakaian daun sendok segar pemakaiannya 90 gram dan jika kering 15 gram.
10. Pastikan dosis tumbuhan obat sesuai dengan yang dianjurkan. Umumnya, 1 resep tumbuhan obat dibagi untuk 2 kali minum sehari. Sisa ampas rebusan pertama dapat direbus sekali lagi untuk 1 kali minum pada sore atau malam hari.
11. Minum rebusan sari tumbuhan obat dalam keadaan hangat dan setelahnya pakai baju tebal atau selimut. Namun, untuk jenis herbal tertentu, seperti rebusan biji pinang harus diminum dingin untuk menghindari kotraksi dengan lambung yang mengakibatkan mual, muntah, dan kram perut.
12. Umumnya, rebusan herbal diminum sebelum makan agar mudah terserap. Namun, untuk ramuan obat yang dapat merangsang lambung, minum setelah makan. Minum ramuan obat yang berkhasiat sebagai penguat (tonikum) pada waktu pagi hari sewaktu perut kosong. Untuk ramuan yang berkhasiat sebagai penenang, misalnya untuk insomnia, minum menjelang tidur.
13. Lakukan pengobatan secara teratur. Yang perlu diingat, pengobatan herbal membutuhkan kesabaran karena tidak langsung terasa manfaatnya, tetapi bersifat konstruktirf (memperbaiki/membangun). Efek obat kimiawi memang terasa cepat, tetapi bersifat desktruktif. Karena sifatnya itu, herbal tidak dianjurkan sebagai pengobatan utama penyakit-penyakit infeksi yang bersifat akut (medadak), seperti demam berdarah, muntaber, dan lainnya yang harus segera mendapat pertolongan medis. Tanaman obat lebih diutamakan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit yang bersifat kronis (menahun).
14. Pengobatan herbal dapat dikombinasikan dengan obat kimiawi, terutama untuk penyakit kronis yang susah disembuhkan, seperti kanker agar diperoleh hasil pengobatan yang lebih efektif. Aturan minum obat herbal sekitar 2 jam setelah pemakaian obat kimiawi.
Penggunaan tumbuhan-tumbuhan berkhasiat obat atau lebih dikenal dengan Jamu atau herbal sebetulnya sudah lama dikenal oleh masyarakat kita. Walaupun sekarang sudah banyak Jamu diproduksi dan dikemas secara modern. Namun tradisi minum Jamu atau Herbal secara tradisional masih banyak ditemukan dimasyarakat Indonesia , terutama di desa-desa.
Sudah banyak terbukti keampuhan dan khasiat Jamu dan herbal. Disamping lebih ekonomis, herbal juga mempunyai efek samping yang sangat kecil. Walaupun demikian, masih banyak masyarakat kita yang meragukan khasiat herbal. Memang diakui bahwa daya penyembuhan jamu dan herbal tidak sedahsyat obat kimia. Pengobatan dengan jamu dan herbal membutuhkan waktu lama.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kenapa jamu dan herbal tidak bekerja dengan efektif. Penyajian yang salah, waktu minum yang tidak tepat, dosis yang tidak tepat, dan ketidak sabaran pemakainya adalah faktor-faktor yang menyebabkan herbal tidak efektif.
Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma dalam bukunya “Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit” menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengkonsumsi herbal sbb:
1. Cuci simplisia tumbuhan obat (herbal) dengan air mengalir sampai bersih.
2. Segera gunakan herbal segar yang telah bersih untuk pengobatan. Jika bahannya besar atau tebal, sebaiknya potong-potong tipis agar saat perebusan zat-zat yang terkandung didalamnya mudah keluar dan meresap dalam air rebusan. Untuk herbal yang disimpan, keringkan lebih dahulu setelah dicuci agar tahan lama dan mencegah pembusukan oleh bakteri dan jamur. Bahan kering (simplisia) juga lebih mudah dihaluskan untuk dijadikan serbuk (bubuk). Pengeringan dapat langsung di bawah sinar matahari atau memakai pelindung. Dapat juga diangin-anginkan, tergantung dari ketebalan atau kandungan airnya.
3. Seduh langsung bahan yang telah dijadikan bubuk (serbuk) dengan air panas atau mendidih.
4. Untuk bahan yang keras dan sukar diekstrak, sebaiknya hancurkan dan rebus terlebih dahulu sekitar 10 menit sebelum memasukkan bahan lain.
5. Gunakan air tawar bersih dan tidak mengandung zat kimia berbahaya untuk merebus. Pastikan jumlahnya cukup sehingga seluruh bahan berkhasiat obat terendam sekitar 3 cm.
6. Untuk merebus bahan berkhasiat obat, gunakan wadah yang terbuat dari periuk tanah (keramik), panci enamel, atau panci beling. Jangan menggunakan wadah dari logam, seperti besi, aluminium, dan kuningan. Logam mengandung zat iron trichloride dan potassium ferrycianide. Zat tersebut menimbulkan endapan pada air dalam mengobati penyakit. Selama perebusan, jangan terlalu sering membuka tutup wadah agar kandungan minyak atsirinya tidak mudah hilang.
7. Gunakan api sesuai dengan jenis herbal yang direbus.
Api kecil : Gunakan untuk merebus herbal yang berkhasiat sebagai tonikum, seperti ginseng dan jamur ling zhi agar kandungan aktifnya terserap kedalam air rebusan (rebus sekitar 2 jam).
Api kecil : dengan waktu perebusan yang lama juga digunakan untuk jamu dan herbal yang mengandung toksin, seperti mahkota dewa agar kandungan toksinnya berkurang.
Api besar : Gunakan untuk merebus herbal atau simplisia yang berkhasiat diaforetik (mengeluarkan keringat) dan mengandung banyak minyak atsiri, seperti daun mint, cengkih dan kayu manis. Setelah mendidih, masukkan bahan dan rebus sebentar. Dengan cara ini, kandungan atsirinya tidak banyak hilang karena proses penguapan yang berlebihan.
8. Jika tidak ada ketentuan lain, perebusan dianggap selesai saat air rebusan tersisa setengah dari jumlah air semula, misalnya 800 cc menjadi 400 cc. Jika bahan yang direbus kebanyakan berupa bahan keras, seperti biji atau batang maka air rebusan disisakan sepertiganya, misalnya 600 cc menjadi 200 cc.
9. Jika mengandung bahan kering, umumnya dosis (takaran) setengah dari jumlah bahan segar. Misalnya, pemakaian daun sendok segar pemakaiannya 90 gram dan jika kering 15 gram.
10. Pastikan dosis tumbuhan obat sesuai dengan yang dianjurkan. Umumnya, 1 resep tumbuhan obat dibagi untuk 2 kali minum sehari. Sisa ampas rebusan pertama dapat direbus sekali lagi untuk 1 kali minum pada sore atau malam hari.
11. Minum rebusan sari tumbuhan obat dalam keadaan hangat dan setelahnya pakai baju tebal atau selimut. Namun, untuk jenis herbal tertentu, seperti rebusan biji pinang harus diminum dingin untuk menghindari kotraksi dengan lambung yang mengakibatkan mual, muntah, dan kram perut.
12. Umumnya, rebusan herbal diminum sebelum makan agar mudah terserap. Namun, untuk ramuan obat yang dapat merangsang lambung, minum setelah makan. Minum ramuan obat yang berkhasiat sebagai penguat (tonikum) pada waktu pagi hari sewaktu perut kosong. Untuk ramuan yang berkhasiat sebagai penenang, misalnya untuk insomnia, minum menjelang tidur.
13. Lakukan pengobatan secara teratur. Yang perlu diingat, pengobatan herbal membutuhkan kesabaran karena tidak langsung terasa manfaatnya, tetapi bersifat konstruktirf (memperbaiki/membangun). Efek obat kimiawi memang terasa cepat, tetapi bersifat desktruktif. Karena sifatnya itu, herbal tidak dianjurkan sebagai pengobatan utama penyakit-penyakit infeksi yang bersifat akut (medadak), seperti demam berdarah, muntaber, dan lainnya yang harus segera mendapat pertolongan medis. Tanaman obat lebih diutamakan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit yang bersifat kronis (menahun).
14. Pengobatan herbal dapat dikombinasikan dengan obat kimiawi, terutama untuk penyakit kronis yang susah disembuhkan, seperti kanker agar diperoleh hasil pengobatan yang lebih efektif. Aturan minum obat herbal sekitar 2 jam setelah pemakaian obat kimiawi.