Assalamu'alaikum...
vaksinasi yang masih menghadirkan Pro-kontra di masyarakat
dunia, sejatinya bukanlah berada pada kaburnya penjelasan tentang
vaksin. namun karena :
1. minimnya pengetahuan yang sampai kepada masyarakat.
2. sikap para antivaksin yg tutup telinga dg penjelasan dan kemajuan ilmu kedokteran yg maju dg pesat.
3. masih beredar dan dipercayanya situs2 serta artikel HOAX yg menjadi sumber "kegalauan" bagi masyarakat dan ibu2 khususnya.
4. banyaknya opini yg beredar yg berasal dari orang2 yg bukan ahlinya atau sumber yg tidak jelas.
Dengan demikian, penjelasan2 yg sy baca dari grup FB : Gesamun (Gerakan sadar Imunisasi : http://www.facebook.com/groups/GESAMUN/)
saya salin dalam blog sy ini dg harapan bisa tersebar dan bagian dari
proses edukasi bagi pembaca sekalian... semoga bermanfaat.
*****
sumber: ykai.net
Jakarta, 5 April 2009
Telah buku ini merupakan bahan untuk Seminar tentang "Vaksinasi dan
Problematika di Bidang Kesehatan. Seminar ini diadakan di Auditorium
UIN Jakarta pada tanggal 14 Maret 2009.
Hasil lengkap atas telaah buku Imunisasi, dampak dan konsporasi, dapat dibaca pada uraian berikut:
Bab -1. Mukaddimah
Secara garis besar penulis menganjurkan pengobatan : ”
back to nature”, beliau menganjurkan makanan alami.
Hal 7: ”Dilema yang sangat tajam dan membahayakan umat muslim belum terungkap ketengah masyarakat sehingga dengan suka rela,
terpaksa maupun
dipaksa, vaksin meningitis terus dimasukkan kedalam tubuh para jemaah haji”.
Penjelasan
Vaksinasi meningitis yang diberikan kepada calon jemaah haji adalah
meningitis meningokokus. Sedangkan bakteri penyebab meningitis
meningokus yaitu Neisseria meningitidis tidak ditemukan di Indonesia.
Apa akibatnya? Akibatnya semua masyarakat Indonesia belum pernah
terinfeksi meningitis meningokokus sehingga tidak mempunyai Kekebalan
(antibodi) terhadap bakteri meningokokus.
Hal ini sangat berbahaya untuk calon jemaah haji yang akan bertemu
dengan jemaah lain dari negara-negara Afrika yang mempunyai bakteri
N.meningitidis di tenggorokannya (orang yan mengandung bakteri namun
tidak sakit disebut karier. Oleh karena itu, semua jemaah haji yang
akan berkumpul di Mekah, Arafah, Mina, dan Madinah di haruskan mendapat
suntikan imunisasi meningitis tersebut, agar tidak menderita
meningitis.
Perlu dijelaskan bahwa vaksin meningitis meningokok ada 4 serotipe
(A-C-Y-W135), jadi harus diamati dahulu apakah vaksin yang akan
disuntikkan berisi keempat serotipe yang diperlukan tersebut. Hal lain
yang harus diperhatian ialah setelah mendapat suntikan vaksin meningitis
kekebalan baru mencapai kadar pencegahan setelah dua minggu. Jadi
minimal imunisasi untuk calon jemaah haji harus diberikan dua minggu
sebelum berangkat ke Saudi Arabia.
Bab-2 : Seputar masalah vaksin
Hal 12, baris ke 4
: ”Sekarang ini vaksin oral
(maksudnya polio) tidak lagi dianjurkan karena terbukti menyebabkan
polio pada beberapa penerimanya dan orang-orang yang berkontak akrab
dengan mereka yang baru di vaksinasi ”.
Dasar pemikiran ini tidak benar : (akan dilengkapi)
Dengan hanya 5 putaran PIN dan 3 putaran SubPIN (mohon dikoreksi
jumlah putarannya) menggunakan vaksin oral polio telah berhasil
membebaskan Indonesia dari KLB polio. Dapat dibayangkan apa yang akan
terjadi bila pemerintah tidak cepat mengambil kebijakan untuk
melaksanakan PIN, berapa jumlah anak yang meninggal ataupun cacat
akibat KLB polio tersebut.
VDPV (
vaccine derived polio virus) dapat terjadi pada anak yang belum pernah diimunisasi sehingga tertular dari vaksin yang berada di dalam tinja
recipient
yang mencemari lingkungan. Oleh karena itu cakupan imunisasi harus
tinggi, mendekati 100%. Kejadian VDPV adalah 1 diantara 2 juta dosis
vaksin OPV.
Penjelasan
Dengan hanya 5 putaran PIN (mohon dikoreksi jumlah putarannya)
menggunakan vaksin oral polio telah berhasil membebaskan Indonesia dari
KLB polio. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi bila pemerintah
tidak cepat mengambil kebijakan untuk melaksanakan PIN, berapa jumlah
anak yang meninggal ataupun cacat akibat KLB polio tersebut. Tercatat
kita memiliki kasus polio sebanyak 306. Saat ini kasus terakhir
terlaporkan tanggal 20 Februari 2006 di Aceh Tenggara, jadi sudah 3
tahun kita tidak ada laporan kasus polio lagi. Kita tetap harus
menunggu negara tetangga lainnya sampai tidak ada kasus polio lagi.
Hal 13:
Vaksin
gondang mungkin yang dimaksud vaksin gondongan atau mumps.
Hal 12 – 27
Sulit untuk dipahami (mengenai zat yang dikandung dan tata cara
pembuatan vaksin) hal ini juga dapat menunjukkan sebenarnya penulis
tidak paham mengenai pembuatan vaksin.
Hal 17
Neomisin ditemukan pada vaksin MMR dan Polio
Penjelasan
vaksin polio tidak mengandung unsur neomisin
Hal 18
Streptomisin
Penjelasan
tidak ada unsur streptomisin dalam vaksin polio.
Hal 26
pembuatan vaksin berasal dari embryo manusia Ada 3
cell line
yang mendominasi pasar : · WI:38 : produksi Wistar Institute
Philadelpia (dikembangkan Dr L Heyliflik, 1962) berasal dari sel paru
embrio perempuan berusia 3 bulan yang mengalami aborsi.
· MCR-5: produk Medical Research Council (MRC) Inggris 1966, berasal
dari sel paru-paru embrio laki2 berusia 14 minggu yang sengaja di
aborsi oleh ibunya karena alasan kejiwaan.
· PER C6 dibuat Dr alex van der Eb dari retina embrio berusia 18
minggu yang sengaja di aborsi oleh ibunya. (sumber : Prof Jurnalis,
seminar Farsi , 17 April 2007)
Penjelasan
No human cells are actually present in the vaccine, and no abortions
are conducted specifically for the purpose of harvesting cell lines.
Tidak ada sel manusia yang terdapat dalam vaksin, dan tidak ada
aborsi yang dilakukan spesifik untuk tujuan mendapatkan kultur sel.
Ethicists at the US National Catholic Bioethics Center have
concluded that the association between certain vaccines and abortion
was non- complicit, and thus use of these vaccines is not contrary to a
religious opposition to abortion.27.
Para ahli Etika di US National Catholic Bioethics Center telah
menyimpulkan bahwa hubungan antara vaksin tertentu dan aborsi tidak
saling terkait, sehingga penggunaan vaksin tidak bertentangan dengan
aliran relijius yang menentang aborsi. Atau dapat diterjemahkan bebas
sbb: masalah aborsi tidak terlibat dalam pembuatan vaksin
Sumber : CLINICAL UPDATE :Vaccine components and
constituents: responding to consumer concerns, Barbara E Eldred, Angela
J Dean, Treasure M McGuire and Allan L Nash (Volume 184 Number 4 20
February 2006).
Pro dan kontra sebenarnya Tahun 1962, hal tsb
terjadi 37 tahun yang
lalu dimana saat ini dengan berkembang pesatnya kemajuan teknologi
pembuatan vaksin yang lebih aman sehingga dengan teknologi rekombinan,
vaksin polisacharida,
conjugated dsb.
Program imunisasi dasar Departemen Kesehatan yang telah dimulai sejak
tahun 1970-an memakai produksi dalam negeri yaitu P.T. Bio Farma, dan
telah diklarifikasi bahwa
tidak ada embryo manusia ataupun produk dari manusia yang dipakai untuk pembuatan vaksin.
Hal 27
UUD kesehatan :
antara lain program imunisasi massal mempunyai sasaran utama yaitu
bayi dan anak-anak, kepada orang tuanya dikatakan bahwa mereka harus
menerima dosis ganda dari 10 vaksin yang berbeda sejak kelahiran sampai
usia lima tahun.
Penjelasan
Vaksin didalam program imunisasi ada 7 penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (yaitu BCG terhadap TBC, Polio, campak DPT (difteri,
tetanus dan pertusis, hepatitiS B dab campak). Vaksinnya ada 5 macam,
untuk mencegah penyakitnya 7, bukan 10.
Hal 28
Imunitas kelompok adalah tingkat di mana suatu populasi tertentu
bisa bertahan terhadap penyakit. Untuk mencapai tingkat imunitas
kelompok yang tinggi, kelompok yang berpihak pada imunisasi massal
berusaha untuk mencapai angka vaksinasi yang setinggi mungkin dengan
harapan nyaris setiap orang di dalam kelompok yang terpilih akan
terlindungi dari penyakit. Salah satu argumentasi utama mereka yang
menentang imunisaisi massal pada anak-anak adalah bahwa lain dalam area
vaksinansi wajib memiliki sikap ” satu ukuran untuk semua orang” yang
sangat berbahaya.
Penjelasan
Imunitas kelompok : maksud nya adalah ”
herd immunity” atau ”
community immunity”, bukan
kelompok pro dan kontra imunisasi. Vaksin diberikan kepada perorangan
untuk melindungi orang tersebut dari penyakit. Pemberian vaksin kepada
perorangan ini juga memberikan perlindungan kepada kelompok masyarakat.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Imunisai akan menginduksi pembentukan kekebalan dengan tingkat
kekebalan pada orang yang bersangkutan secara langsung. Sebagian
orang yang tidak divaksinasi ( yang rentan) bisa ”terlindungi (tidak
sakit)” secara tidak langsung karena berada di tengah-tengah kelompok
orang orang yang tervaksinasi. Dengan demikian penyebaran bibit
penyakit dari orang yang terinfeksi (penularan) kepada orang yang
rentan bisa terputus.
Bukti adanya imunitas kelompok adalah terbasminya
virus cacar dari muka bumi, padahal pemerintah setiap negara sebetulnya
tidak mampu mengimunisasi 100% penduduknya.
Semakin rendah tingkat kemampuan pemerintah mengimunisasi
penduduknya, akan semakin rendah kemungkinan terbentuknya imunitas
kelompok. Imunitas kelompok juga dipengaruhi oleh sifat penyakit, makin
menular suatu penyakit semakin tinggi daya penularannya maka cakupan
imunisasinya harus tinggi.
Sumber : (Fine E.M.Paul, Plotkin, Orenstein, Community Immunity, Vaccines, fourth edition, Chapter 56, p 1443-1461
Hal 29
“Vaksin seharusnya memicu sistem imun tubuh untuk menyerang
komponen-komponen vaksin. Tetapi bagaimanan jika sistem imun menyerang
lebih banyak dari seharusnya, yaitu menyerang bagian2 tubuh yang
susunan kimiawi serupa dengan vaksin? Jenis reaksi ini disebut
autoimun, yang berarti tubuh menyerang diri sendiri. Reaksi ini bisa
terjadi pada vaksin campak, tetanus dan flu”.
Penjelasan
Semakin banyak tulisan yang menghubungkan kenaikan kejadian autoimun
dengan kenaikan cakupan imunisasi. Perimbangan Th1 dan Th2 dicoba
sebagai alat untuk menjelaskan hubungan ini. Namun sampai kini belum
jelas model mana yang pasti dan mempunyai
evidence based yang
tinggi yang cukup dipakai sebagai alasan menghentikan imunisasi dan
memberikan metode lain untuk mencegah wabah penyakit menular . Menggugah
respons imun yang berlebihan akan menyebabkan beberapa bagian dari
komponen imunologik menyerang bagian dari tubuh sendiri . Meskipun
paradigma ini sudah dikenal namun belum ada pengamatan jangka panjang
yang membuktikannya. Pada imunisasi akan merangsang sel Th1 sedangkan
reaksi autoimun melibatkan sel Th2.
Sumber : Miskonsepsi dan Kontroversi dalam vaksinasi. Hartono Gunadi, Ismoediyanto. Pedoman Imunisasi di Indonesia/edisi ketiga/2008
Hal 30
Salah satu contohnya adalah vaksin polio oral (ditelan), yang sejak 1
Januari 2000 tidak lagi dianjurkan untuk digunakan karena vaksin
tersebut bertanggung jawab untuk sekitar sepuluh kasus polio yang
dilaporkan per tahun ketika vaksin tersebut diberikan.
Penjelasan
Sampai saat ini vaksin polio oral tetap diberikan kita sedang
berjuang untuk bebas polio, Indonesia saat terjadi KLB (Kejadian Luar
biasa) adanya kasus polio di Kab Lebak tahun 2005 dan terus menjalar ke
P sumatra sampai ke Aceh tenggara dan menyebar ke P Jawa (kecuali DIY)
sampai ke Madura dengan pelaksanaan PIN (Pekan Imuniasai Nasional)
dimana seluruh anak balita diberi polio, maka penyebaran polio dapat
dihentikan, dan kasus terakhir tanggal 20 Fabruari 2006 di Aceh
tenggara sehingga saat ini polio sudah 3 tahun tidak ditemukan di
Indonesia, namun kita masih menunggu negara lain yang masih memiliki
kasus polio. Sampai saat ini hanya tinggal 3 negara yang masih
mempunyai virus polio liar yang bersirkulasi di masyarakat yaitu India,
Afganistan, dan Nigeria.
Iklan Vaksin dosis ganda ? (yang dimaksud disini adalah vaksin
kombinasi). Penjelasan tidak dapat dipahami tetapi secara garis besar
bisa dijelaskan sbb:
Penjelasan
Mengenai penggabungan beberapa jenis antigen, dimaksudkan selain penyederhanaan jadwal juga adanya
kinetik respons
dimana antigen yang diberikan akan timbul respons imun yang lebih
tinggi sehingga memberikan perlindungan jangka panjang, anak mendapat
suntikan lebih sedikit, mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas
kesehatan. Departemen Kesehatan yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia merekomendasikan penggunaan vaksin kombinasi yang telah
dikemas dari pabrik, untuk anak Indonesia. Tentunya vaksin yang telah
mendapat persetujuan dari pemerintah negara masing2, di Indonesia
melalui izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan RI
Sumber : Sri Rezeki S Hadinegoro . Vaksin Kombinasi (vaksin Kombo) : Pedoman Imunisasi di Indonesia/edisi ketiga/2008
Kebijakan Departemen Kesehatan mendukung penyederhanaan dari vaksin DPT/Hb kombinasi.
Sumber : SE Menkes no 697/MENKES/ VI/2004.Pedoman penyelenggaraan Imunisasi KEPMENKES RI Nomor: 1611/MENKES/SK/XI/2005.
Hal 41
Air raksa dalam vaksin. Terlalu panjang untuk di kutip (hal 41-46)
Penjelasan
Timerosal/thiomerosal merupakan preservasi (pengawet) vaksin yang
mengandung etilmercuri. Timerosal dipakai dalam vaksin untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan jamur pada vial multidosis. Imunisasi berulang
dengan vaksin yang mengandung thiomerosal. Secara teoritis dapat
meningkatkan mercuri didalam darah. Namun penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan mercuri itu masih dalam rentang normal yang diacu oleh US
Departemen of Health and human cervices.
Sejauh ini tidak ada bukti ilmiah bahwa timerosal dalam vaksin mengakibatkan gangguan perkembangan anak.
Penelitian di Denmark yang membandingkan insidens autism dalam
periode waktu pemberian vaksin berthimerosal dengan insidens autism
dalam periode waktu pemberianvaksin bebas thimerosal. Ternyata setelah
tahun 1992, yaitu saat pemberian vaksin bebas thimerosal insidens
autisme meningkat tajam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vaksin
dengan thimerosal tidak berkorelasi dengan insidens autisme.
Penelitian di Inggris yang melibatkan lebih dari 13.000 anak yang
mendapat vaksin mengandung thimerosal menunjukkan bahwa tidak ada bukti
tentang paparan thimerosal pada umur dini menimbulkna efek buruk pada
perkembangan saraf maupun psikologis.
Hal 46
Hubungan vaksin dengan autisme
Penjelasan
Penelitian terbaru semakin membuktikan bahwa tak ada kaitan sama sekali antara vaksin MMR dengan autis.
Riset untuk membuktikan kaitan vaksin MMR dan autis telah dilakukan
bertahun-tahun. Hasilnya nihil alias tidak terbukti. Namun masyarakat
tetap takut. Hal itu karena salah satu penelitian di Inggris tahun 1998
yang menyebut hubungan vaksin itu dengan sekelompok anak autis yang
juga memiliki masalah pencernaan serius. Studi itu melaporkan bahwa
virus campak yang dilemahkan ikut berperan.
Sampai akhirnya, peneliti menguji kembali temuan itu. Sampelnya
adalah pencernaan anak yang lebih belia untuk memburu virus tersebut
menggunakan teknologi genetik yang paling modern. Hasilnya, seperti
dilaporkan tim periset internasional, sekali lagi tak ditemukan bukti
vaksin MMR berperan memicu autis Temuan teranyar itu juga didukung tim
peneliti yang menelurkan isu autis dan MMR sepuluh tahun lalu.
"Kenyataannya, vaksin MMR aman. Kami yakin sepenuhnya tak ada hubungan antara MMR dan autis kata
Dr. W lan Lipkin, dari
Columbia University College of Physicians and Surgeons, seperti dilansir jurnal
PLoS One.
Dr. Larry Pickering dari
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menambahkan;'
Tak ada keraguan bahwa vaksin itu sangat aman: Tak ada data resmi
berapa banyak penderita autis yang juga mengalami gangguan pencernaan.
Tapi Lipkin memperkirakan sampai seperempatnya. Ketakutan yang tidak
beralasan terhadap MMR berangkat dari alasan bahwa vaksin tersebut
melemahkan virus campak yang justru akan membuat radang di pencernaan.
Akibatnya, produk sisa penncernaan pindah hingga mencapai sistem saraf
pusat.
Untuk membuktikan alasan tersebut salah, tim peneliti telah
mengobservasi 25 anak yang menderita autis sekaligus mengalami gangguan
pencernaan serta 13 anak dengan masalah pencernaan namun tidak ada
gangguan neurologi. Semua anak itu menjalani kolonoskopi, diambil
contoh jaringannya, kemudian diuji untuk mengetahui jejak genetik virus
campak. Sebagai tambahan, semua anak tersebut telah divaksinasi. Hasil
pengujian ternyata tak menemukan jejak material genetik virus campak
pada anak autis maupun normal. Hasil itu tentu berseberangan dengan
riset tahun 1998 yang memicu ketakukan terhadap vaksin MMR. Dengan
demikian, ujar tim peneliti, ketakukan terhadap vaksin MMR pun menjadi
tidak beralasan. Pro kontra terhadap vaksin itu juga harus diakhiri.
Dengan demikian baik WHO (Badan Kesehatan Dunia), Depkes RI, IDAI,
tetap menganjurkan pemberian vaksinasi MMR, mengingat ketiga penyakit
yang dicegah oleh vaksin tersebut dapt menyebabkan kematian atau
kecacatan.
Sumber : (Healt to day , October 2008)
Hal 51
“Sebenarnya orang yang berisiko mendapatkan hepatitis B adalah
pengguna obat terlarang yang disuntikan, pria homoseksual, pelacur, dan
orang-orang lain yang mempunyai banyak pasangan seksual, maka
perntanyaannya yang harus diajukan orang tua kepada dokter adalah :
mengapa bayi tetap dianjurkan untuk di vaksinasi hepatitis ?”
Penjelasan
Hasil-hasil penelitian Indonesia termasuk daerah risiko tinggi untuk
hepatitis B, maka pemberian imunisasi pada bayi lahir adalah untuk
memutuskan mata rantai penularan dari ibu pengidap hepatitis B kepada
bayinya, karena kalau bayi terkena maka 90% akan menjadi kronis yang
akhirnya setelah 20-40 tahun kemudian menjadi kanker hati.
Hepatitis B dapat menularkan bukan saja dari contoh-contoh negatif
dalam halaman 51 tersebut, tetapi merupakan resiko bagi orang yang
bekerja sebagai tenaga kesehatan, melalui donor darah, bahkan seorang
bayi dapat mewarisi hepatitis B dari Ibu yang melahirkannya. Makanya
sangat penting untuk segera melindungi bayi baru lahir tersebut.
Sumber : (Jacyna & Thomas . Pathogenesis and treatment of chronic infection. Dalam: Zuckerman A., Thomas H.C., Penyunting. Viral Hepatitis , Scientific basic and clinical management, Churchil Livingstone, 1993. h.185-205)
Hal 53
”Imunisasi yang disuntikkan ke tubuh manusia adalah penyakit yang
diambil dari cairan darah orang yang terkena berbagai penyakit misalnya
: Hepatitis B, herpes, HIV/AIDS dan lain-lain yang melakukan sex
bebas, minum alkohol, narkotika dan atau perbuatan-perbuatan yang
melanggar hukum Allah lainnya. Lalu dibiakkan di media-media seperti:
ginjal kera, ginjal anjing, sel-sel embrio marmut, serum anak sapi,
telur ayam, dan lain-lain, dan menggunakan jaringan janin manusia yang
digugurkan, ditambah dengan merkuri atau air raksa, logam sebagai zat
pengawetnya. Vaksin-vaksin yang dihasilkan juga antara lain, vaksin
polio, MMR, Rabies, cacar air, meningitis dll.”
Penjelasan
Pernyataan tersebut sama sekali salah dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Hanya bernada memojokkan imunisasi dengan
memberikan pernyataan yang salah, bernada provokasi.
Teknologi dan Ilmu pengetahuan sudah sangat berkembang dengan baik.
Sesuai dengan amanah yang diberikan oleh Allah kepada manusia dimana
manusia dianugrahi akal untuk berpikir. Sehingga isolasi dan
pengembangan virus untuk vaksin sangat mudah dilakukan, tidak harus
dari (yang tertulis pada halaman 53) cairan darah orang yang terkena
berbagai penyakit Proses pembuatan vaksin sangat rumit tentunya melalui
tahapan yang penapisan yang sangat ketat dan tidak mengandung penyakit
menular lainnya, seperti kita ketahui bahwa untuk donor darah PMI pun
harus dilakukan penapisan terhadap penyakit hepatitis B dan C, HIV AID,
penyakit kelamin dll. Melalui suatu quality control yang sangat ketat
karena akan dipakai jutaan dosis.
Bab-3 : Imunisasi kebijakan yang dipaksakan
Hal 62
beberapa kasus akibat vaksinasi di indonesia.Ada 10 kasus yang
dipaparkan a.l. - kasus no 5. keyakinan mata anak menjadi silindris
setelah mendapat imunisasi.- kasus no 9 setelah imunisasi cacar air
masal anak terkena cacar air.
Penjelasan
- Silindris pada mata seperti telah diketahui akibat genetik atau
dapat juga akibat rangsangan fisik berulang terhadap bola mata akibat
tekanan oleh kelopak mata dan lain-lain..
- Vaksin cacar air (varicela) belum masuk kedalam program imunisasi.
Hal 67
Beberapa kasus pasca imunisasi meningitis sebagai persyaratan haji. Ada 3 kasus yang dilaporkan.
Penjelasan
Saudi Arabia termasuk daerah risiko tinggi untuk meningitis,
sehingga sesuai dengan surat dari kerajaan Saudi Arabia bahwa setiap
jemaah haji, tenaga kerja dan umroh harus mendapat imunisasi
meningitis untuk mendapatkan visa .
Sumber ; Surat edaran Direktur jenderal Protokol dan
konsuler, Departemen Luar Negeri. Nota D iplomatik dari Ke Dubes Saudi
Arabia Jakarta no: 588/PK/VI/06/61
(tambahan gesamuners)Vaksin meningitis sudah ada yg mendapat sertifikasi HALAL MUI
Hal 68
Beberapa kasus vaksinasi di mancanegara Menceritakan bahwa di Nigeria
, vaksin pemberian Amerika yang membuat anak menjadi steril atau tidak
akan mempunya keturunan. ”WHO telah mengirimkan sebuah tim ke dearah
tersebut untuk mengevaluasi penularan polio yang dilaporkan. Tentu
dengan rasa puas akan keberhasilan penyebaran penyakit”
Penjelasan
Pernyataan itu hanya sekedar isu negatif yang tidak ada
buktinya.Adanya isu menjadi mandul maka imunisasi polio Nigeria
dihentikan sementara , kemudian terjadi KLB polio di Nigeria yang
kemudian menyebar ke Saudi Arabia dan Yaman, dan dibawa oleh TKW
Indonesia sebagai karier ke Desa Girijaya Sukabumi sehingga timbul KLB
polio di indonesia . Nigeria telah mengirim kan tim ke Indonesia (20
orang, 10 dari para ahli dan 10 alim ulama) untuk mempelajari pembuatan
vaksin polio di Bio Farma, juga bertemu dengan Badan POM. Kemudian
berkunjung ke Produsen vaksin Bio Farma Bandung . Kesimpulan akhir
setelah kujungan ke Indonesia, Nigeria bersedia melajutkan program
imunisasi dasar dengan sumber vaksin dari Bio Farma.
(Penelaah mendampingi tamu Nigeria tersebut saat berkunnung ke Indonesia)
Hal 72
”Cacar, Desember 2002, Menteri Kesehatan dan Pelayanan masyarakat
Amerika menyatakan untuk memberikan suntikan vaksin cacar dan
merekomendasikan kepada anggota kabinet lainnya untuk tidak meminta
pelaksanaan vaksin itu”.
Penjelasan
Imunisasi cacar (variola) didunia telah dihentikan pada tahun 1980,
sebagai salah satu tonggak keberhasilan vaksin cacar (kasus terakhir di
Indonesia dilaporkan dari Tangerang tahun 1972), tanggal 25 April
1974 Indonesia dinyatakan bebas cacar, tiga tahun dari kasus terakhir
di Somalia ditemukan. dunia dinyatakan bebas cacar tahun 1978 dan
vaksinasi cacar dihentikan 3 tahun kemudian yaitu tahun 1981.
Ada ketakutan yang kurang beralasan dari Amerika terhadap negara
lain yang akan mempergunakan vaksin cacar sebagai senjata biologis (bio
terrorisme). Hal ini menyebabkan pemerintah Amerika menganjurkan
pejabat parlemen Amerika untuk diimunisasi.
Sumber : Keberhasilan pemberantasan penyakit cacar di Indonesia . 2001
Bab-4 : Vaksin meningitis dan krisis kesehatan yang terjadi pada penulis
Menceritakan pengalaman setelah imunisasi meningitis.
Hal 112
”WHO adalah kendaraan penjajah yang ingin menjajah manusia di Bidang
kesehatan. Dengan iklannya yang terus menerus menyatakan ”tanpa
imunisasi maka manusia menjadi tidak sehat” jadi imunisasi sebenarnya
adalah ujung tombak WHO untuk merusak generasi berdasarkan bisnis dan
penjajahan”.
Penjelasan
WHO merupakan organisasi kesehatan dunia terdiri dari berbagai
negara. Bukan hanya negara barat, tenaga kerja WHO berasal dari
berbagai negara, termasuk negara berkembang dan negara Islam. Beberapa
orang terpilih dari Indonesia juga bekerja di WHO untuk menggalakkan
program kesehatan dunia, juga warga negara Afrika atau Asia telah
memberikan kontribusi kepada kesehatan dunia. WHO bukan hanya bergerak
di bidang imunisasi, tapi juga untuk program kesehatan ibu hamil,
program peningkatan gizi, ASI exclusive, penyediaan air minum,
pengendalian polusi, pemberantasan penyakit menular dengan peningkatan
higienitas, dll. Jadi WHO lebih banyak membantu negara miskin daripada
negara kaya, untuk kesehatan umat manusia di dunia. WHO bukan lahan
untuk berbisnis, namun lebih banyak pada segi kemanusiaan.
Bab -5 : Vaksinasi, trial and error dan bisnis kapitalisme.
Hal 117
”Experimen WHO di lapangan , terbukti mengakibatkan banyak kematian
dan cacat pada bayi dan anak2 maupun dewasa yang berdampak pada
perkembangan manusia selanjutnya”.
Penjelasan
Studi vaksin sangat cermat dan berhati-hati untuk melindungi resipien
saat diberi vaksin. Selain kebaikan vaksin yang akan diterima,
keselamatan resipien menjadi tujuan utama pemberian vaksin. Maka
sebelum vaksin diberikan kepada manusia, vaksin telah mengalami
ujipreklinik dengan percobaan binatang. Apabila percobaan pada binatang
aman, maka kemudian dilanjutkan dengan uji klinik phase1 – 2 dan 3
(GCP/Good Clinical Practices) , setelah terbukti mengenai
safety dan immunogenicity (keamanan dan kemampuan menimbulkan kekebalan) barulah akan mendapat izin edar dari Badan POM. Kemudian vaksin telah dipakai jutaan dosis oleh program dilakukan juga PMS (
Post Marketing Surveilans)
atau sama dengan phase 4. Ini adalah untuk keamanan vaksin dilapangan
dan secara terus menerus akan dikaji melalui sistem monitoring PMS.
Sumber : buku biru. BPOM. : Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) . BPOM 2001..
Program imunisasi diIndonesia memakai produksi dalam negeri yaitu Bio Farma, dan kita patut
bersyukur bahwa BF telah mengekspor vaksin ke lebih dari 100 negara di dunia termasuk negara-negara Islam.
Sumber : Company Profile P.T. Bio Farma.
Hal 117
konspirasi vaksinasi dan Namru-2 = senjata biologis.
Penjelasan
Tidak dilakukan evaluasi bukan porsi Sub Dit Imunisasi.
Garis besar:
NAMRU-2 tidak pernah berhubungan dengan pembuatan vaksin maupun
pemberian vaksin di Indonesia. NAMRU-2, penelitian dalam bidang
penyakit infeksi.
Bab-6 : hukum islam dalam penggunaan obat2an.
Hal 64
Apakah Hijamah itu, dst. Secara garis besar adalah pengobatan alternatif
Bab-7 : Beberapa jenis obat yang disebut dalam Al Quran dan As sunah.
Back to nature : (dengan kurma, tajin, gandum, jinten,
sayuran dll obat herbal) Obat alami (herbal) boleh saja tetap
dipergunakan namun perlu diingat bahwa obat alami bersifat umum yaitu
meningkatkan daya tahan, bukan mengobati penyakit secara satu per satu.
Satu macam cara pengobatan dapat mengobati segala macam penyakit,
tentu tidak benar. Juga sangat sulit mengukur keberhasilan
pengobatannya.
Kesan :
Penulis Hj Umu Salamh SH, mempopulerkan pengobatan alternatif dan
kembali ke pengobatan alami, syah2 saja, namun penjelasan tentang
manfaat imunisasi patut kita luruskan. (beliau memasarkan obat-obat
alami) Hj. Ummu Salamah, dkk sudah menulis surat resmi kepada IDAI
tetapi sudah 2 kali dibatalkan (untuk temu muka dan berdiskusi).