Minggu, 22 Maret 2015

KOMPOSISI, PROSES PEMBUATAN & KEHALALAN VAKSIN

Apakah Anda termasuk orangtua yang memvaksinasi anak? 

Jika ya, tahukah Anda zat-zat apa saja yang terkandung di dalamnya? Lalu bagaimana fungsi dan cara kerjanya? Sebagaimana kita ketahui, vaksin dibuat untuk mencegah penyakit infeksi. Kandungan vaksin terdiri dari berbagai zat, yaitu Antigen (zat yang utama) dan Aditif (zat-zat lainnya).

Antigen sebagai kandungan utama vaksin, berfungsi merangsang sistem imun tubuh, agar tubuh kenal “Oh, si antigen X ini sudah pernah datang nih!”. Antigen ini dapat merupakan bakteri/virus yang dilemahkan, mati total atau hasil rekayasa genetika. Setiap bakteri/virus punya antigen yang khas. Contohnya, vaksin flu yang memiliki antigen khas utk virus Influenza. Tidak mungkin pakai antigen Polio, misalnya.
Saat Antigen tersebut disuntikkan ke tubuh, sistem imun akan mengenali: ini dia si virus flu. Kemudian tubuh akan mengingatnya seumur hidup.

Apa efeknya?
Ketika ada virus Influenza “beneran” yang menyerang, tubuh sudah mengenalinya. Dengan begitu virus tersebut langsung dimusnahkan sebelum berkembang menjadi penyakit
Sementara untuk orang yang belum divaksin Flu, saat terjadi serangan virus influenza, tubuh tidak memiliki memori tentangnya. Virus masuk dan sistem imun kerepotan menghadapinya sehingga kalah, lalu kita pun terserang penyakit.
Prinsip umum Antigen berlaku demikian utk semua penyakit yang tersedia vaksinnya. Kasus flu yang diangkat di atas hanyalah sekedar contoh saja.
Dari penelitian, diketahui bahwa Antigen perlu disertai oleh zat-zat lain agar kerjanya selalu optimal, kualitasnya terjaga dan harus sempurna. Antigen rentan sekali rusak, sehingga itulah sebabnya mengapa semua vaksin wajib disimpan dalam suhu 2-8 C (bahkan vaksin Polio -20 C). Antigen ini harus dilengkapi dengan zat-zat aditif/tambahan, seperti :
a)      Adjuvants,
b)      Preservatives
c)      Stabilizer

 Berikut ini pembahasannya satu-persatu :

a)      Adjuvants berfungsi memaksimalkan respons sistem imun tubuh. Antigen +Adjuvant dikenali jauh lebih cepat oleh tubuh daripada Antigen saja. Adjuvant yang paling sering digunakan antara lain garam aluminium. Alum ini sudah dipakai lebih dari  80 tahun. Apakah ia aman?
Dosis garam alum yang diizinkan adalah 1.14 mg/dosis vaksin (ketentuan FDA, Badan POM Amerika). Tidak ada satupun vaksin yang alumnya lebih dari nilai ini. Bagaimana dengan kabar yang menceritakan bahwa alum dapat merusak ginjal, otak dll?
Sekali lagi, dosis yang diizinkan itu kecil sekali dibandingkan dengan dosis yang dapat ditoleransi tubuh. Karena isu ini berkembang terus, pada Mei 2000, FDA mengundang ratusan ahli vaksin dari seluruh dunia, baik yang pro maupun yang kontra terhadap Alum, untuk saling beradu data. Kesimpulan FDA (tahun 2000, hingga kini tak berubah): Penggunaan garam aluminium pada vaksin dinyatakan aman dan efektif.
Sampai sekarang, Alum masih digunakan di mayoritas vaksin. Kita  tak perlu khawatir karena statusnya sudah dinyatakan aman oleh ratusan ahli.

b)      Preservatives.
Preservatives berfungsi untuk mencegah tumbuhnya bakteri/jamur selama proses pembuatan vaksin. Namun tidak semua vaksin menggunakan preservatives. Zat ini terutama digunakan di kemasan vaksin multidosis untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Saat ini, hanya ada 4 jenis Preservatives yang diizinkan digunakan. Yang paling terkenal adalah Timerosal (turunan merkuri).
Isu aman-tidaknya Timerosal ini dimulai sejak awal 1990 di negara-negara Barat. Beberapa ahli menduga merkuri menyebabkan autisme & ADHD. Dengan adanya isu ini maka para ahli pun berkumpul kembali dan pada tahun 2000, badan POM dari USA mengeluarkan rekomendasi, yakni sebisa mungkin pabrik pembuat vaksin tidak menggunakan Timerosal.
Penelitian berlanjut di tahun 2001, dan organisasi IOM menyatakan bahwa data yang ada tak cukup kuat utk menyimpulkan apakah ada/tidak hubungan Timerosal dgn autisme.
Timerosal merupakan etil merkuri. Sifat etil merkuri SANGAT BERBEDA dengan metil merkuri. Etil merkuri yang digunakan dalam vaksin tidak akan terakumulasi dalam tubuh karena cepat dimetabolisme dan waktu paruhnya hanya 7 hari. Dosis yang digunakan pun amat sangat kecil. Sedangkan merkuri berbahaya yg selama ini sering kita dengar adalah bentuk metil merkuri, yang sifatnya berbeda dengantimerosal (etil merkuri).
Tahun 2004 IOM mengeluarkan kesimpulan final, yaitu tidak ada hubungan sebab-akibat antara vaksin yang mengandung Timerosal dengan kejadian autisme, ADHD, dll.  Namun sejalan dengan promosi kesehatan dunia bebas merkuri pada produk apapun (kosmetik, obat, dll), tetap dianjurkan produksi vaksin tanpa merkuri. WHO sendiri tetap memperbolehkan penggunaan Timerosal khususnya untuk vaksin multidosis. Vaksin yang diproduksi di AS dan Eropa saat ini bebas merkuri.

c) Stabilizer.
Fungsi zat ini adalah menstabilkan vaksin saat berada pada kondisi ekstrem, misalnya panas. Dosis yang digunakan amat kecil, yaitu < 10 mikrogram. Jenis-jenisStabilizers antara lain: gula (sukrosa & laktosa), asam amino (glisin, asam glutamat) atau protein (albumin, gelatin).
Isu yang berkembang mengenai stabilizers adalah penggunaan stabilizer jenis protein (terutama gelatin) dapat menyebabkan reaksi alergi. Namun hal ini dibantah dengan fakta kejadiannya yang amat sangat jarang.
Selain Antigen dan Zat Aditif,  terkadang vaksin memiliki residu yang timbul selama proses pembuatan. Residu berupa: formaldehid, antibiotik, partikel2 mikroorganisme; yang kadarnya amat kecil, bahkan sering tak terdeteksi.
Terkait juga dengan kandungan vaksin, terkadang kita mendengar isu, benarkah proses pembuatan vaksin bersinggungan dengan zat dari babi?
Sebelumnya mari kita simak  tahapan proses produksi vaksin :
Bibit vaksin à fermentasi à panen à inaktivasi à purifikasi à ultrafiltrasi à formulasi/kemasan
Saat proses kultur substrat untuk menumbuhkan bibit beberapa (tak semua) vaksin, diperlukan penggunaan enzim Tripsin. Reaksi kimia tidak mungkin berjalan tanpa bantuan Tripsin. Akibatnya proses produksi vaksin pasti gagal tanpa Tripsin.  Dan saat ini, satu-satunya tripsin yang bisa digunakan untuk proses ini bersumber dari organ pankreas babi. Di sinilah letak perdebatannya.
Jika kita kembali pada proses produksi vaksin di atas, terdapat tahap ultrafiltrasi. Di sini secara kimiawi, unsur tripsin babi tadi hilang karena disaring sedemikian kecilnya dengan nanopartikel.
Namun ada sebagian pendapat yang menyatakan, “Sekali bersinggungan dengan unsur dari babi, ya seterusnya akan tetap babi”. Bagaimana dengan ini?

Sebagian ulama menyatakan vaksin tetap halal, karena beberapa pertimbangan :
  1. Karena tanpa vaksin, banyak penyakit infeksi mematikan. Disini poin manfaat yang lebih besar daripada mudharat sangat diperhatikan. Dan selayaknya kita mengingat proses ultrafiltrasi tadi.
  2. Jika pun haram, vaksin dinyatakan halal karena pengganti Tripsin babi belum ditemukan. Ini merupakan alasan kedaruratan, dan para ulama terus menganjurkan untuk menemukan Tripsin non-babi yang sampai saat ini masih terus diusahakan.
Perlu pula kita ketahui bahwa tidak semua vaksin menggunakan Tripsin babi. Yang menggunakan antara lain : vaksin rotavirus (diare), beberapa merek vaksin flu, merek-merek tertentu vaksin Meningitis (namun yg Indonesia gunakan tidak mengandung) dan MMR.
Saya sendiri berkesempatan menyaksikan langsung proes pembuatan vaksin sejak tahap sangat awal hingga akhir. Saya katakan sangat luar biasa karena setiap tahap proses produksi vaksin ada quality control. Dipantau ketat dan nyaris tak ada celah karena semua sudah diantisipasi sedemikian rupa. Dan perlu kita ketahui bahwa proses produksi vaksin jauh lebih ketat dari obat, dengan standar yang amat tinggi.
Kesimpulannya, vaksin memiliki profil keamanan yang sangat baik. Sudah terbukti manfaatnya sehingga kita tidak perlu ragu.
Vaksin juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam/agama manapun. Mayoritas ulama di seluruh dunia, termasuk dewan ulama di negara-negara Islam, juga Arab Saudi, tidak ada yang mengharamkan vaksinasi.

Oleh: dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc.VPCD (@dirgarambe)

Tidak ada komentar: