Rabu, 18 Februari 2015

Beberapa Nasihat dari Kakek Moyang Kedokteran Klasik

Untuk menambah wacana berfikir kita mengenai sejarah kedokteran klasik, pada tulisan berikut ini saya tampilkan beberapa nasihat dari tokoh kedokteran klasik ternama yaitu Hipokrates dan Galenus mengenai hal hal yang berhubungan dengan kesehatan. 

Perlu kita pahami bahwa ilmu pengetahuan terus berkembang sehingga bisa jadi nasihat nasihat ini belum tentu sepenuhnya benar. Ada yang sebagian di tinggalkan karena tidak terbukti secara ilmiah ada pula yang tetap dipertahankan dan semakin disempurnakan karena semakin dipelajari semakin menemukan kebenarannya.

Sebagai contoh, Bapak Ilmu Kedokteran, Hipocrates pada 400 tahun sebelum masehi menyebutkan bahwa penyakit TBC termasuk penyakit keturunan. Pernyataan yang tidak benar ini juga dikemukakan oleh Galenus pada tahun 131 Masehi, yang menyebutkan bahwa penularan TBC ini dapat terjadi karena memakai peralatan untuk makan untuk minum dan pakaian yang sama dengan penderita.
Barulah kemudian Robert Koch, pada tahun 1882 dapat membuktikan bahwa penyakit TBC ini disebabkan oleh kuman yang disebut Mycobacterium tuberculosis, yang dapat diketemukannya pada organ yang terkena penyakit itu. Kuman inilah yang ditularkan dari seorang penderita penyakit TBC kepada orang lain yang sehat.
 
Hipokrates

  1. Segala sesuatu yang berlebihan, berlawanan dengan fitrah tubuh
  2. Kebiasaan mengkonsumsi apel akan baik untuk pencernaan
  3. Segala sesuatu di alam semesta ini terbagi dalam tujuh bagian, "Bintang ada tujuh, hari hari dalam sepekan ada tujuh, jumlah jenis gigi ada tujuh
  4. Berpergian dengan kapal membuktikan bahwa gerakan dapat menyenangkan tubuh. Tubuh juga memperoleh manfaat dari sakit mata, karena penyakit tersebut membantu tubuh membuang zat merugikan serta membersihkan tubuh dan kepala dari unsur yang tidak berguna
  5. “Makananmu adalah obatmu.” – Hipokrates
  6. menggunakan madu pada wajah akan memberikan "penampilan lebih segar dan riang 
  7. “Kubis merupakan sayuran dengan beribu-ribu khasiat, dan mengonsumsi kubis minimal lima porsi setiap minggu terbukti dapat memperkecil risiko terserang kanker dan memperlambat perkembangan kanker,” 
Galenus 
  1. Olahraga ketika sebelum makan amat bermanfaat untuk menjaga kesehatan badan. Karena panas akan menguat dan pembuluh darah akan mengambil manfaat darinya sehinggan dengan mudah dapat membuang sampah metabolisme. dan apabila dibadan masih tersissa makanan yang belum matang, maka panas tersebut akan mematangkannya.
  2. Diam dan istirahat secara terus menerus ditakutkan akan mematikan panas alami tubuh. karena itu barang siapa yang ingin menjaga kesehatan tubuhnya hendaknya menjauhi diam secara terus menerus.
  3. Kambing berumur satu tahun menstabilkan enzim dalam perut yang baik untuk pencernaan 
  4. Jangan makan buah pada waktu sore. Jangan tidur pada saat banyak lendir di bagian belakang kepala. Jangan makan saat depresi. Jangan berjalan cepat saat mimisan, karena dapat menyebabkan kematian. Jangan muntah saat sakit mata. Jangan banyak makan daging pada musim kemarau.
  5. Orang yang terkena demam karena kedinginan jangan tidur dibawah matahari. Jangan makan terong yang terlalu masak. 
  6. Orang yang terbiasa minum hangat di musim dingin akan terbebas dari berbagai penyakit.Siapa yang mengirut tubuhnya dengan delima akan terbebas dari penyakit gatal. Siapa yang mengkonsumsi lima bunga teratai, dicampur mustaqhi rumania, kayu cendana mentah dan kesturi maka lambungnya tidak akan lemah seumur hidup.
  7. Biji semangka yang dimakan dengan gula dapat membersihkan batu dari lambung, dan melancarkan buang air kecil. 
  8. Banyak bicara akan mengurangi dan melemahkan otak serta mempercepat tumbuhnya uban.
  9. Banyak tidur memucatkan wajah, membutakan hati, mengaburkan pandangan, menjadikan malas beraktivitas, dan menyebabkan tubuh menjadi lembab.
  10. Banyak makan merusak katup lambung, melemahkan badan, serta menyebabkan masuk angin dan penyakit-penyakit yang berat.
  11. Terlalu sering berhubungan seks akan menyebabkan tubuh dan staminanya melemah, mengeringkan kelembaban, mengendorkan syaraf, dan mengakibatkan penyumbatan. Akhirnya, kerusakan itu merata ke seluruh tubuh, terutama otak, berdasarkan analisis secara psikologis. Pelemahan pada otak lebih sering terjadi karena unsur kejiwaannya begitu terforsir.
  12. Hubungan seksual yang paling baik adalah saat muncul gairah seks, yang murni karena melihat wanita (istri) yang masih mudah serta halal baginya, yang dibarengi dengan sendau gurau yang hangat dan tingkat kelembaban yang cukup, tidak terlalu sering, mengosongkan hati dari beban psikologis, tidak berlebih-lebihan, tidak dilakukan pada berbagai kondisi yang seharusnya dijauhi, misalnya terlalu kenyang, lapar, muntah yang disengaja, olah raga yang berlebihan, saat suhu tubuh terlalu panas, atau terlalu dingin. Jika seseorang bisa memelihara perkara-perkara ini tentu akan sangat bermanfaat bagi tubuhnya. Jika salah satunya hilang, pasti akan terkena bahaya sesuai kadarnya. Adapun jika hilang seluruhnya atau sebagian besarnya, berarti kematian yang disegerakan.
  13. Diet yang berlebihan pada saat sehat seperti makan sesuatu yang membahayakan saat sakit. Adapun diet yang seimbang, hal itu bisa bermanfaat.
  14. Jangan makan kenari pada sore hari.
  15. Orang yang sedang mengidap salesma, jangan tidur terlentang.
  16. Orang yang sedang sedih jangan makan yang asam-asam.
  17. Orang yang sedang mengeluarkan darah untuk berobat jangan berjalan terlalu cepat, karena bisa mempercepat kematian.
  18. Orang yang sedang sakit mata jangan melakukan muntah dengan sengaja.
  19. Pada saat musim panas, jangan terlalu banyak makan daging.

Senin, 16 Februari 2015

Kemunduran Sains Dalam Peradaban Islam


Oleh : Mila Anasanti.

Islam selalu merujuk masa lalu, seolah masa kini, dan masa depan tidak menyediakan jawaban yang memuaskan dengan kata lain Islam selalu berlindung di balik “tempurung” tradisi. …Islam gagal merespon perubahan dengan berangkat dari ajaran Islam yang substantif dan pengalaman kebudayaan Islam itu sendiri. Tiadanya kerangka yang memungkinkan ummat Islam melakukan kritik internal antara lain disebabkan oleh mandulnya fungsi ijtihad dan penalaran kritis dalam ranah pemikiran 
(Ziauddin Sardar, 2005:7-8).

Kutipan yang pas untuk potret gambaran ummat Islam saat ini. Tatkala sebagian menolak ilmu-ilmu modern yang menurut mereka bertentangan dengan aqidah.

Maka berselancar di dunia internet sekian lamanya masih saya dapati perdebatan antara mereka yang menolak vaksin, menolak kelahiran secara Caesar, menolak semua obat-obatan kimia atas nama pengobatan islam berbasis nabi, menolak konsep teori evolusi secara total dalam bidang biologi atas nama aqidah, menolak fakta bahwa bumilah yang mengelilingi matahari bukan sebaliknya di bidang fisika atas nama dalil, dan sebagainya.

Dan jika diamati dari sejarah ternyata akarnya adalah kesalah-pahaman ummat Islam di masa lampau dalam mendudukkan filsafat. Kala itu, sains adalah bagian dari filsafat. Tidak hanya berbicara tentang hal-hal metafisik tapi juga menyusun kerangka bagaimana melakukan penalaran kritis terhadap suatu permasalahan.
Kelemahan ummat dalam mengungkap ‘misteri’ ilmu pengetahuan (sains) secara analitis serta mengabaikan kecanggihan perkembangan teknologi yang melesat jika merujuk dalam sejarah adalah faktor internal yang mengakibatkan kemunduran islam dari era kegemilangannya.

Fakta bahwa sains dan teknologi dalam bentuknya yang sekarang tidak berkembang dalam Islam bukan merupakan suatu pertanda dekadensi, sebagaimana sering dikatakan, tetapi merupakan penolakan Islam yang menganggap setiap bentuk pengetahuan sebagai benar-benar sekuler.

Maka jika kita bertolak kebelakang dalam sejarah peradaban islam, ketika nama Al-Kindi disebut sebagai cendekiawan islam pertama yang membawa filsafat dalam dunia islam, majulah ilmu pengetahuan di segala bidang.Tidak hanya pioneer dalam 1 bidang, ilmuwan-ilmuwan kala itu dikenal ahli dalam banyak bidang.

Masalahnya filsafat adalah pisau bermata dua, karena masuknya filsafatlah saat itu peradaban islam semakin maju, tapi karena filsafat pulalah awal kehancuran islam.

Pisau bermata dua : Tradisi intelektualisme Islam dalam menarik kesimpulan menggunakan logika

Bagian ini adalah bagian paling penting yang menjadi akar kemunduran ilmu pengetahuan dalam islam, selain faktor eksternal perang salib yang berkepenjangan, atau dibumihanguskannya peradaban ilmu pengetahuan islam oleh bangsa mongol dengan ditenggelamkannya kitab-kitab para ulama dan ilmuwan.

Kesalah-pahaman sebagian ummat islam dalam mengolah informasi, mencerna dan menyeleksi dan terlebih tanggung jawab dan kehati-hatian dalam menyebarkannya adalah doktrin yang bermuara dari perselisihan yang sangat kompleks di masa lalu.

Al-kindi adalah ilmuwan yang pertama kali membawa filsafat dalam peradaban islam. Baginya filsafat merupakan pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, maka dalam hal ini termasuk di dalamnya masalah ketuhanan, etika, dan seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Tidak ada dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan lain yang membawa pada kemaslahatan ummat.

Satu pemahaman al Kindi yang dianggap berani dan mendobrak kejumudan yang ada kala itu yaitu memperkenalkan filsafat ke dalam dunia islam dengan cara mengetuk hati supaya menerima kebenaran walaupun dari mana sumbernya. Bagi mereka yang mengakui kebenaran tidak ada sesuatu yang lebih tinggi nilainya selain kebenaran itu sendiri, bahkan jika itu harus datang dari orang non muslim sekalipun, tentu saja ini di luar masalah aqidah. 

Namun permasalahannya bukan sekedar menerima atau menolak ilmu dari kalangan non muslim, tapi termasuk menolak argumentasi ilmiah. Lahirnya filsafat di Dunia Islam memang tidak dapat dipisahkan dari tradisi ilmu kalam yang mendahuluinya. Sebelumnya, para mutakallimin memang telah menggunakan mantiq (logika) dalam tradisi kalam mereka, baik untuk membantah maupun menyusun argumentasi. 

Bukti paling akurat dapat dilacak dalam kitab al-Fiqh al-Akbar, karya Abu Hanifah di era abad ke-2 H. Selain menggunakan mantiq, beliau juga menggunakan istilah filsafat, seperti jawhar (substansi), yang banyak digunakan Aristoles dalam buku-bukunya. Ini membuktikan, bahwa mantik atau logika sebagai teknik pengambilan kesimpulan telah digunakan oleh ulama sejak abad ke-2 H/8 M. Hanya saja, filsafat tidak dikaji secara mendalam pada zaman itu, hanya sekedar membuktikan pemanfaatan logika dalam menghasilkan konklusi atau kesimpulan. 

Cara menarik kesimpulan yang luas dalam ilmu logika kemudian diuraikan oleh Ibn Sina meliputi sembilan bagian, yang di antaranya pembahasan untuk mengetahui secara mendalam mengenai syarat-syarat analogi dalam menyusun proposisi yang menjadi premis-premis. Ini dijelaskan dalam kitab Ponethyca, karya Aristoteles. 

Lalu pembahasan mengenai analogi yang bermanfaat untuk menyerukan kepada orang yang kurang paham, dijelaskan dalam kitab Tonica, karya Aristoteles juga pembahasan mengenai kesalahan berpikir yang terjadi dalam penyusunan argumentasi dan penggunaan dalil, yang terangkum dalam kitab On Sophistical Refutations, karya Aristoteles. Kerangka berpikir ilmiah ini sebenarnya sampai sekarang menjadi dasar di banyak ilmu pengetahuan termasuk algoritma programming, hingga penarikan kesimpulan dalam bidang kedokteran.

Pemahaman al kindi memang diikuti oleh ilmuwan-ilmuwan dijamannya termasuk Ar Razi, Ibnu Sina dan lainnya. Mereka melangsungkan debat intelektual secara jujur dan rasional tetapi dalam semangat saling menghormati. Perdebatan Ilmiah antara Ibn Sina dan Al Biruni pada abad kesepuluh merupakan salah satu yang paling luar biasa dalam sejarah intelektual Islam. 

Namun pemahaman ini juga berbahaya ketika mulai masuk ke ranah aqidah. Yang asalnya berusaha merasionalkan pengetahuan yang merupakan 'ayat-ayat Allah' yang tersebar di alam alias fenomena alam yang harus diteliti dan ditarik kesimpulan berdasarkan penelitian ilmiah dan kerangka berpikir analitik, namun juga mulai berani masuk dalam wilayah merasionalkan eksistensi ‘wahyu’, atau bahkan eksistensi Allah.

Di bidang akidah, penggunaan logika (mantik) ini telah melahirkan perdebatan panjang di kalangan para ulama ushuluddin sehingga melahirkan ilmu kalam.

Ada pula ilmuwan yang mendalami filsafat hingga menyentuh ke ranah aqidah lalu tersesat, semisal Ibnu Sina yang dianggap sebagai panutan para herbalis, dan sebagai ilmuwan islam namun ternyata terpleset secara aqidah hingga menjadi seorang atheis dan mendapat banyak kecaman ulama-ulama pada masanya. 

Ibnu Sina terpeleset jauh dalam menganut filsafat Aristoteles yang tidak mengakui alam semesta ada penciptanya, melainkan alam semesta sudah ada dengan sendirinya tanpa awal, dan Tuhan tidak punya peran penting dalam penciptaan. 

Karena kekhawatiran akan kesesatan filsafat yang akhirnya mendorong dikeluarkkannya fatwa haram menerima ilmu dari luar kalangan Islam. Ibnu Khaldun seorang tokoh sejarahwan yang melakukan perlawanan sengit dalam menolak pemikiran-pemikiran al kindi, ar razi dan ibnu sina. Namun masyarakat luaslah yang kemudian salah memahami permasalahan ini. 

Sejak saat itu telah muncul dikotomi antara ayat-ayat kitabiyyah dan ayat-ayat khauniyyah dikalangan muslim. Jadi timbul persepsi bahwa Islam hanya berbicara tentang ilmu-ilmu sesuai dengan Al-Qur’an, tetapi tanpa mempelajari dan mengembangkan ilmu-ilmu yang ada di Al-Qur’an dengan melihat fenomena-fenomena alam semesta. 

Sehingga itu merupakan salah satu faktor kemunduran ilmu pengetahuan di kalangan ummat Islam yang terjadi hingga kini.

Ketika ruqyah Caesar dibawa ke ranah ilmiah

Tulisan ini memang sedikit banyak menyoroti trending topik di jagat facebook, ketika ustadz Nurudin Al Indunissy yang menuliskan kisahnya untuk menolak keputusan Caesar dari para dokter dan menyodorkan solusi ruqyah agar dapat mengupayakan persalinan secara pervaginam meskipun para dokter menganjurkan dilakukan tindakan.

Lantas kemudian, beliau menjanjikan akan menuliskan secara ilmiah kisah penggunaan ruqyah untuk menggantikan caesar dalam tulisan yang ternyata sekarang sudah diposting.

Setelah membacanya saya mengerutkan kening ?  Apa sebenarnya definisi ilmiah yang beliau maksud ? Apakah ada konsensus tentang apa yang dimaksud 'ilmiah' itu antara beliau dengan ilmuwan ? 

Dengan tanpa mengurangi rasa hormat pada beliau yang juga banyak jasanya di bidang ruqyah, yang saya dapati kutipan-kutipan di tulisan beliau semacam ini:

  • Telah lama saya menghembuskan adanya indikasi gangguan non-medis pada proses Caesar. Maka ini bisa kita bilang masih berupa teori yang belum dibuktikan, atau bahasa kerennya hipotesis (dugaan)
  • Banyak sekali testimony membahagiakan dari saudari-saudari kita yang tidak jadi Caesar setelah diupayakan melalui upaya spiritual dengan Teraphy Al Qur’an (ruqyah syariyyah). 
Jadi testimoni ini hanya pengakuan dari orang-orang yang beliau temui, berapa banyak orang ? Dan ternyata beliau tidak mengamati sendiri secara langsung.
Apakah testimoni atau kesaksian bisa dijadikan dasar pijakan ilmiah? Bisa, ASAL dibuktikan terlebih dahulu. Bagaimana caranya ?

Banyak orang menyandarkan kebenaran hanya berdasarkan terstimoni atau kesaksian orang-orang disekitarnya. 

Ketidak-pahaman mereka terhadap penelitian ilmiah menjadikan mereka tidak mampu membedakan mana bukti ilmiah yang dapat dipegang dan mana yang hanya sebatas dugaan tanpa bisa ditelusuri kebenarannya. 

Apakah diamati secara langsung atau sekedar percaya semua kesaksian tanpa memeriksa secara langsung? 

Jika kita tanyakan apakah mereka yakin benar dengan testimoni mereka, sebagian mengatakan yakin namun tidak mampu membuktikan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah, sebagian lagi justru menyatakan tidak ada kebenaran mutlak di dunia ini, yang ada hanya kebenaran relatif, yang artinya bisa saja benar bisa saja salah

Coba bayangkan jika semua kebenaran di dunia ini relatif, dan kita bebas pilih-pilih sesuka kita dan meyakini semau kita mana saja yang benar menurut ilmu kebatinan, tentu tidak akan tegak undang-undang di negara ini.

Dua orang yang bersengketa masing-masing merasa benar. Kebenaran bisa saja relatif, karena itu diperlukan konsensus atau kesepakatan dengan banyak pihak dalam mendefinisikan kebenaran sehingga semakin dekatlah kita pada kebenaran.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dari masa ke masa, para saintis selalu berusaha mencari metode untuk semakin mendekati kebenaran yang bisa disepakati bersama.

Salah satunya dengan menguji testimoni yang kemudian dipercaya sebagai dugaan (hipotesis) dengan melakukan eksperimen. Hasil akhir eksperimen inilah yang akan menentukan apakah hipotesis kita ajukan bisa diterima atau ditolak dengan metode penelitian yang disepakati oleh para ilmuwan dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah yang ada, untuk mengukur kekuatan penelitian yang dilakukan.

Dengan hal ini kebenaran bisa dilakukan pendekatan untuk menghilangkan unsur relatif, subyektif, bias dan semacamnya.

Untuk mengukur itu semua, kita mulai dengan sebuah kisah yang merekonstruksi sains, yaitu kisah yang didasarkan pada kisah nyata dalam menjadikan dasar berpijak desain eksperimen yang kemudian disepakati para ilmuwan.

KISAH WANITA PENYICIP TEH YANG MEREVOLUSI SAINS DI ABAD 20.

Kisah wanita mencicipi teh adalah percobaan random terkenal yang dirancang oleh Ronald Fisher dan dilaporkan dalam bukunya ‘The Design Experiment (1935)’. Kisah ini berdasarkan kisah nyata Fisher yang terjadi di Cambridge, Inggris, pada tahun 1920-an yang kemudian dijadikan dasar pijakan dalam desain eksperimen.

Pada suatu pesta yang menghidangkan teh susu yang dihadiri para ilmuwan datanglah Muriel Bristol, seorang wanita yang mengklaim mampu untuk memastikan hanya dengan mencicipinya yang manakah, teh atau susu yang ditambahkan pertama kali di campuran secangkir teh susu.

Bagi sebagian besar orang, klaim ini nampak mustahil, karena jika kita rasakan campuran teh susu tidak nampak bedanya mana cara penyajian yang dilakukan apakah susu dulu atau teh dulu. Jika memang benar memiliki kemampuan demikian, berarti termasuk memiliki kepekaan indra ke-6.

Fisher adalah seorang ilmuwan yang tidak mempercayainya begitu saja klaim sepihak Muriel Bristol meskipun dia mengenal baik Muriel Bristol. Bahkan seandainya teh susu miliknya yang ditebak dengan benar oleh Muriel Bristol, dia menganggab bahwa bisa jadi itu hanyalah kebetulan semata.

Peluangnya adalah fifty-fifty. Karena hanya 1 cangkir yang ditebak. Bagaimana jika dia menyodorkan 10 cangkir dan kemudian semuanya berhasil ditebak ? Tentu klaim Muriel akan lebih meyakinkan untuk dipercaya, apalagi jika diajukan 100 atau bahkan 1000 gelas dan semuanya benar ditebak misalnya ? Tentu semakin banyaknya sample maka semakin kuat pula kita mendekati kebenaran untuk mempercayai apakah klaim Muriel benar atau tidak

Untuk menguji kebenarannya, Fisher memberinya delapan gelas, empat dari masing-masing cangkir dituangkan teh lalu susu, empat yang lainnya dituangkan susu dulu baru teh, lalu ke 8 cangkir tersebut diatur ke meja secara acak. 

Dengan begini kita bisa mempertanyakan apa peluang bagi Muriel Bristol untuk mendapatkan sejumlah tertentu dari cangkir yang dia identifikasi benar, tetapi hanya kebetulan. Perlukah memberitahu Muriel bahwa ada 4 cangkir yang dituangkan susu dulu ? Jika kita beritahu hanya ada 4 cangkir dan cangkir itu disusun tanpa acak tentu peluang Muriel untuk menebak akan lebih besar sehingga pembuktian kemampuan six sense Muriel akan menjadi lebih lemah.

Deskripsi Fisher kurang dari 10 halaman panjangnya dan terkenal karena kesederhanaan dan kelengkapannya mengenai terminologi, perhitungan dan desain percobaan. Memang Fisher tidak terfokus menyatakan apakah Muriel benar memiliki 'kelebihan' dalam mengenali teh susu karena tidak terlalu besar implikasinya dalam kemaslahatan ummat, tapi yang terpenting adalah metode yang diusulkan Fisher untuk membuktikan apakah suatu klaim layak untuk dipercaya setelah melewati serangkaian uji ataukah hanya sebatas klaim. 

Terutama untuk klaim-klaim yang menyangkut keselamatan nyawa. Metode yang diujikan Fisher ini kemudian dikenal dengan Fisher test, yang kemudian dipakai secara umum oleh ilmuwan-ilmuwan yang melakukan uji klinik untuk mengukur tingkat kebenaran.

Dengan demikian percobaan atau eksperimen adalah sarana untuk memvalidasi  gagasan Fisher dari ‘hipotesis nol’, yaitu kebenaran yang lebih banyak dipercayai orang, dalam kasus ini Muriel Bristol hanya asal klaim, dia sama seperti orang biasa, tidak memiliki kemampuan istimewa, dan menguji 'alternatif hipotesis' bahwa bisa jadi Muriel Bristol memang memiliki 'kelebihan' dengan serangkaian percobaan. Jika hipotesis alternatif terbukti maka bisa kita tentukan tingkat kebenarannya, berapa persen kebenaran itu diterima atau ditolak. 

Jadi bukan sekedar asal mungkin, asal testimoni, hal yang paling fatal yang tidak akan pernah terjadi dalam pembahasan ilmiah. Dan sayangnya dari kasus ruqyah untuk caesar ini, yang beliau tuliskan hanya pengamatan 1 orang yaitu istrinya saja yang mana ini tidak bisa diterima secara ilmiah. Ok, mungkin beliau menerapkannya pada orang-orang yang diruqyahnya juga, tapi berapa jumlahnya ? Berapa peluang bahwa ini hanya kebetulan? Berapa jumlah yang berhasil ? Berapa jumlah yang gagal ? Jika ternyata lebih banyak yang gagal, jujurkah kita hanya melaporkan yang berhasl ?Tanpa pengamatan bagaimana kita bisa memastikan ? Bisa jadi keberhasilannya karena ikhtiar yang lain atau memang kasusnya beragam ? Semua itu harus dituliskan secara transparan oleh seorang ilmuwan yang ingin menerbitkan jurnal ilmiah agar tulisannya diakui sebagai tulisan ilmiah. Karena ini menyangkut nyawa, telat tindakan dilakukan SC bisa 2 nyawa melayang sekaligus ! Apalagi jika diikuti secara massal.

Berdasarkan dari kisah inilah, pijakan ilmiah dalam dunia kedokteran disusun. Bahwa segala  klaim tidak bisa langsung dipercaya begitu saja tanpa adanya eksperimen untuk menguji coba kebenarannya. Dan alur berpikir semacam ini sebenarnya asal kerangkanya adalah ilmu logika. Kita memang tidak bisa mendapatkan kebenaran secara mutlak, tapi kita bisa mendapatkan kebenaran yang terukur. Apa yang selama ini dilakukan para ilmuwan bukan mendapatkan kesimpulan percobaan yang 100% benar, tapi mendapatkan kesimpulan yang mendekati benar dengan tingkat confidence (kepercayaan) sedapat mungkin mendekati seratus persen.

Wallaahu a'lam.

Senin, 02 Februari 2015

TANYA JAWAB KERAGUAN VAKSIN

Q: Apakah vaksin itu halal?

Isu kehalalan vaksin dipertanyakan sebab adanya enzim tripsin babi yang digunakan sebagai katalisator. Sebagai seorang Muslim yang diwajibkan menjaga diri dari barang haram sekaligus dokter yang memahami pentingnya vaksinasi  tentu saja isu ini sangat meresahkan saya. Alhamdulillah banyak ustadz yang berkompeten di bidang agama dengan pemahaman yang benar dan ilmu kedokteran yang mendalam. Berikut rangkuman dari data yang saya miliki terhadap status vaksin dimata syariat.

Menanggapi penggunaan unsur babi dalam vaksin, ulama ada dua pendapat, yaitu:
1.     Para ulama yang menganut madzhab Syafi’iyyah melarang penggunaan unsur dari babi, namun jika kondisinya darurat dan tidak ada alternatif lain maka hukumnya mubah. Larangan ini berdasarkan al qur’an dalam ayat Q.S 2: 173, 5: 3, dll
2.     Para ulama yang menganut madzhab Hambaliyah tidak mempermasalahkan dengan berpedoman pada kaidah fiqih yang disebut ISTIHALAH, yaitu menghalalkan bahan yang semua haram karena telah berubah sifat. Enzim tripsin berbeda dengan daging babi, sehingga ulama-ulama tidak mempermasalahkannya.
Ibnul Qayyim berpendapat, “Sesungguhnya benda suci apabila berubah menjadi najis maka hukumnya najis, seperti air dan makanan apabila telah berubah menjadi air seni dan kotoran. Kalau benda suci bisa berubah najis, lantas bagaimana mungkin benda najis tidak bisa berubah menjadi suci? Allah telah mengeluarkan benda suci dari kotoran dan benda kotor dari suci. Benda asal bukanlah patokan. Akan tetapi, yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang. Mustahil benda tetap dihukumi najis padahal nama dan sifatnya telah tidak ada, padahal hukum itu mengikuti nama dan sifatnya.” [15]

Bisa kita ambil contoh benda yang tadinya halal menjadi haram seperti beras berubah menjadi sake atau makanan yang menjadi kotoran. Sementara itu contoh benda haram menjadi halal seperti kotoran dan kencing binatang berubah menjadi biogas atau nira kelapa difermentasi menjadi tuak (khamr) lalu berubah lagi menjadi cuka. Sifat benda sekarang yang menjadi patokan bukan benda asalnya.

Dalam salah satu kaidah fiqih disebutkan bahwa, "Mendapatkan manfaat yg lebih besar itu lebih utama utk dilakukan daripada meninggalkan madlorot yg lebih kecil."
Contoh aplikasi kaidah ini adalah:
Kasus ekstrim, dimana kita terdampar di sebuah pulau dan tdk ada makanan selain babi, maka kita diijinkan memakan babi tersebut selama kita sekedar mempertahankan hidup, tidak menginginkannya, dan tidak melampaui batas. Jika ada bahan makanan lain, maka kita harus memilih yg lebih halal.

Rujukan kasus darurat ini adalah QS. Al Baqoroh (2):173. Batasan darurat itu:
a. Tidak ada bahan makanan yang lain
b. Sekedar untuk menyambung hidup
c. Tidak berlebihan, tidak menikmati, tidak menginginkannya
d. Jika ditemukan bahan lain yang lebih halal, maka HARUS memilih yang lebih halal, dan bahan haram tadi HARUS ditinggalkan.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah [sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/238] dan Majelis Ulama Eropa [Disarikan dari http://www.islamfeqh.com/Forums.aspx?g=posts&t=203] memperbolehkan vaksinasi jika mengkhawatirkan tertimpa penyakit akibat wabah-wabah atau sebab lainnya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.

Ada kaidah begini: siapa yang percaya mutlak kepada sebab dia syirik, siapa yang tidak percaya mutlak kepada sebab dia kufur.
Misal: orang yang percaya 100% bahwa vaksinasi PASTI melindungi anak dari penyakit lupa bahwa Allah lah yang menurunkan penyakit, sehingga tidak pernah berdoa kepada Allah minta perlindungan dari penyakit (karena 100% mengandalkan vaksinasi) maka dia syirik. Sudah menuhankan vaksinasi.
Sebaliknya: orang yang tidak mau berikhtiar sama sekali, termasuk tidak mau vaksinasi, tidak mau berobat, dll karena tidak percaya mutlak kepada sebab dan hanya bilang bahwa saya percaya akan takdir Allah, kalo ditakdirkan sakit ya pasti sakit, kalo sehat ya pasti sehat, sama dengan paham fatalistik, maka dia sudah kufur (Al Islam, Said Hawwa).

Di Indonesia hanya ada 3 vaksin dengan tripsin babi yaitu meningitis, polio injeksi dan rotavirus. Sementara vaksin meningitis produksi China dan Italia telah mendapatkan label halal dari MUI. Untuk vaksin polio bisa dipilih polio oral (OPV) apalagi Indonesia belum dinyatakan bebas polio. Vaksin rotavirus bisa digunakan produksi Jepang yang menggunakan kelinci.

Proses pembuatan vaksin berbeda dari pembuatan obat puyer dimana semua bahan dicampur dalam satu wadah lalu digerus bersamaan sehinggi semua bahan tercampur. Proses pembuatan vaksin skala industri menggunakan industrial plants yang kompleks dan terintergrasi. Produksi vaksin meliputi tahap sebagai berikut:
a. Produksi seed (parent seed, master seed, dan working seed)
b. Fermentasi working seed
c. Isolasi antigen vaksin
d. Purifikasi (pemurnian) polisakarida vaksin.
Dalam setiap tahap bahan baku untuk tahap tertentu tidak akan bersinggungan dengan tahapan berikutnya.

Perlu untuk diketahui peranan tripsin babi sendiri di dalam vaksin. Sel bakteri yang digunakan untuk vaksin memiliki dinding berupa protein. Enzim tripsin babi hanya berfungsi sebagai gunting untuk memotong rantai panjang protein menjadi peptida rantai pendek yaitu asam amino. Setelah mengalami fermentasi sel-sel bakteri ini akan dipecah dan polisakarida yang ada di sebelah dalam dinding bakteri tersebut diambil. Polisakarida inilah yang digunakan sebagai antigen dalam vaksin. Jadi, antigen yang digunakan dalam vaksin ini tidak bersinggungan baik langsung maupun tidak langsung dengan enzim tripsin babi.

Polisakarida tersebut juga melewati proses pemurnian (purifikasi) dengan cara pencucian dan pengenceran working seed. Pencucian working seed terjadi 1 : 67,5 milyar kali, jadi dicuci dan diencerkan sebanyak 67,5 milyar kali. Keputusan hukum PP Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama no 04 th 2010 tentang vaksin meningitis: pensuciannya sesuai untuk najis berat. Enzim tripsin berperan sebagai katalisator yang mempercepat reaksi hingga seribu kali. Tanpa biokatalisator tripsin ini reaksi akan berjalan sangat lambat, bahkan bisa bertahun-tahun sehingga tidak efektif.

Saat ini para ilmuwan sedang terus mencoba untuk mengembangkan metode lain, seperti membuat vaksin dengan media tumbuhan. Namun, menciptakan teknologi tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bisa jadi nanti anak-anak kita yang cerdas dan sehat ini yang akan memperbaiki teknologi ini bukan?

Kesimpulan: vaksinasi mubah silahkan jika ingin melakukan vaksinasi jika sesuai dengan keyakinan.

Sumber:
Konferensi ulama yang diselenggarakan WHO http://www.immunize.org/concerns/porcine.pdf
 Prof DR Umar Anggara Jenie, guru besar Farmasi UGM dalam kultwit vaksin halal dan thoyyibah http://chirpstory.com/li/10761



Q: APAKAH VAKSIN MENYEBABKAN AUTISME?


Isu vaksin menyebabkan autis selalu meresahkan para orang tua. Isu ini berawal dari seorang dokter ahli bedah, Andrew Wakefield, membuat penelitian yang hasil akhirnya membuktikan vaksin MMR menyebabkan autisme. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1998 diterbitkan di jurnal kedokteran yang terpercaya yaitu The Lancet dan diumumkan secara besar-besaran. Dunia geger dan orang tua di seluruh dunia mengalami kepanikan menolak vaksinasi terutama MMR.

Para ilmuwan dan WHO tidak tinggal diam, dilakukan penelitian yang sistemastis dengan banyak sampel. Dari penelitian yang dilakukan di berbagai belahan dunia, sebelas penelitian besar membuktikan bahwa MMR tidak menyebabkan autisme dan enam penelitian besar berhasil membuktikan keamanan thimerosal.

Setelah ditelusuri ternyata Wakefield menerima suap jutaan dollar untuk membuat penelitian rekayasa yang menghasilkan merk vaksin MMR yang digunakan saat itu menyebabkan autisme. Penelitian Wakefield ini hanya melibatkan 12 anak yang tentunya sangat tidak mewakili komunitas masyarakat di seluruh belahan dunia. Penelitian ini juga terbukti tidak disetujui oleh Komite Etik tempatnya bekerja dan dicemari dengan pemalsuan data.

Pada tahun 2005 The Lancet mulai menarik artikelnya dan keterangan tentang ketidakbenaran penelitian ini telah diumumkan secara resmi di jurnal resmi kedokteran Inggris yang sangat berpengaruh di dunia kedokteran: British Medical Journal yang terbit pada bulan Februari 2011.

Vaksin dan bahan yang terkandung di dalamnya (thimerosal) tidak terbukti menyebabkan autisme maupun kerusakan otak. Kejadian autisme biasanya terdiagnosis pada tahun kedua usia bayi dimana pada usia tersebut bayi memang sering divaksinasi. Dan pada pemeriksaan tubuh anak tidak terdapat kenaikan kadar merkuri baik di darah, rambut maupun sel-sel yang lain. Berdasarkan penelitian meta-analisis yang membandingkan anak yang divaksin dengan yang tidak divaksin dihasilkan kejadian autismenya sama di kedua kelompok (pada anak yang tidak divaksin pun ternyata tetap muncul kasus autisme). Oiya, meta analisis itu adalah tingkatan penelitian tertinggi.


Sumber:









Q: Benarkah ada merkuri yang berbahaya di dalam vaksin?


Sebagai orang tua tentu saja kita ingin melindungi anak-anak kita. Kita tidak mau ada bahan berbahaya yang masuk ke dalam tubuh anak kita. Isu adanya merkuri di dalam vaksin meresahkan banyak pihak. Isu tersebut mengingatkan kita akan kejadian tragedi Minamata dimana keracunan merkuri menimpa warga di Minamata Jepang sehingga muncul penyakit keracunan merkuri pada tahun 1956. Hal ini dikarenakan adanya pabrik kimia yang membuang limbah mengandung metilmerkuri (methylmercury) ke Teluk Minamata pada tahun 1932-1968.


Didalam kehidupan kita sehari-hari, merkuri dikenal dalam 3 bentuk :

1.     Logam merkuri (elemental). Biasa ditemui pada termoter tua. Merkuri tipe ini tidak bisa di serap oleh tubuh melalui oral (dimakan) -kemampuan penyerapannya hanya 0.01%- sementara melalui proses inhalasi dapat diserap sampai > 80%.

2.     Merkuri anorganik. Jenis merkuri ini dapat diserap tubuh secara oral sampai 7 - 15 %, bentuk senyawa merkuri ini biasa ditemukan pada batrei.

3.     Merkuri organik (methylmercury fungisida, fenil merkuri, ethylmercury). Jenis merkuri ini mampu diserap tubuh melalui proses oral sampai 90%.


Merkuri disebut juga hydrargyrum atau air perak karena sifatnya yang cair seperti air dan berkilau seperti perak. Jangan kan pada vaksin, ternyata logam berat merkuri banyak ditemukan di alam ini bahkan pada bahan makanan. Merkuri banyak kita temui di alam, sebagai mineral di bebatuan, dalam tanah, air, bahan bakar fosil seperti batubara, sumber mata air panas dan letusan gunung berapi. Merkuri organik ini juga bisa berasal dari merkuri anorganik yang dimetabolisme oleh mikroorganisme yang hidup dalam air menjadi merkuri organik.


Merkuri organik yang sering ditemukan di alam adalah metilmerkuri, merkuri yang sama yang menyebabkan tragedi penyakit Minamata. Ikan dan kerang-kerangan memiliki kemampuan untuk menyimpan merkuri di dalam tubuhnya, dan memiliki sifat biomagnifikasi yaitu konsentrasi makin besar di tingkat piramida makanan yang makin tinggi artinya pemangsa memiliki konsentrasi merkuri lebih tinggi dibandingkan yang dimangsa. Metilmerkuri terdapat di ikan catfish, grouper, makarel, sarden, hiu, tuna, kerang, tiram, kepiting, lobster dan udang.


Metilmerkuri ini waktu paruhnya sangat lama yaitu 50 hari di darah dan hingga 120 hari di otak manusia sehingga lama dikeluarkan dari tubuh. Karena metilmerkuri ini lama di dalam tubuh, maka jika kadarnya berlebihan bisa memasuki jaringan otak bahkan plasenta dan akan merusak otak bayi. Metilmerkuri bahkan ditemukan di air susu ibu (ASI) saat ibu mengkonsumsi bahan yang mengandung metilmerkuri.


Merkuri memiliki efek antibakterial (antiseptik) dan antijamur sehingga banyak digunakan sebagai preservative dalam berbagai produk baik medis maupun non-medis seperti kosmetik. Zat yang biasa digunakan adalah thimerosal atau thiomerosal. Thimerosal dimetabolisme menjadi 46,9% merkuri organik yang berupa etilmerkuri dan thiosalisilat. Etilmerkuri ini waktu paruhnya sangat jauh lebih singkat daripada metilmerkuri yaitu 7 hari akan dikeluarkan dari tubuh.  Penggunaan etilmerkuri dinyatakan tidak berbahaya bagi tubuh. Etilmerkuri menjadi berbahaya, baik untuk dewasa dan anak-anak, apabila kandungannya 1000-1000000 kali lipat dari yang ada di dalam vaksin.


Beberapa tahun yang lampau berhembus isu thimerosal menyebabkan kerusakan otak pada anak dan autisme. Isu ini sangat meresahkan para orang tua dan menurunkan kepercayaan pada vaksinasi. Akhirnya FDA, EPA dan ATSR melakukan serangkaian penelitian. Dari serangkaian penelitian, FDA memutuskan bahwa thimerosal dinyatakan aman sebagai preservative vaksin. Namun, akhirnya pada tahun 2001 thimerosal sudah tidak digunakan lagi sebagai preservative dalam vaksin untuk anak-anak. Penghilangan thimerosal bukan karena etilmerkuri tidak aman, namun karena menghindari kekhawatiran para orang tua. Hanya vaksin multidosis yang menggunakan thimerosal, yaitu kemasan vaksin yang diambil berkali-kali.


Jadi, saat ini sebagian besar vaksin untuk anak sudah bebas dari thimerosal atau merkuri. :)


Sumber:











Q: Apakah bahan vaksin berasal dari nanah?


Nanah? Membayangkan nanah yang ada di jerawat saja saya jijik apalagi membayangkan zat tersebut disuntikkan ke dalam tubuh bayi saya. Isu ini terkait dengan sejarah pembuatan vaksin.

Sebelumnya perlu dipahami bahwa produksi vaksin itu adalah produksi dalam jumlah sangat banyak di skala industri modern yang besar. Sehingga ketersediaan bahan untuk membuat vaksin harus selalu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, berbeda dengan mbok jamu yang tiap kali mau memproduksi jamu godhong kates (daun pepaya) beliau pergi ke kebun lalu memetik daun pepaya segar setiap hari untuk ditumbuk menjadi jamu.

Pada tahun 1718, Lady Mary Wortley Montague seorang bangsawan Inggris melihat kebiasaan bangsa Turki Othmany melakukan inokulasi, yaitu mengambil cairan nanah dari penyakit cacar dengan gejala ringan (smallpox) ke anak yang sehat. Kebiasaan itu terbukti melindungi anak-anak dari penyakit cacar (smallpox/variola) yang sangat menular dan mematikan. Lady Mary kemudian melakukan hal tersebut kepada kedua anaknya.

Pada tahun 1796, seorang dokter di pedesaan Inggris mengamati bahwa para pekerja yang terpapar dengan cacar sapi (cowpox) terlihat kebal terhadap serangan cacar (smallpox/variola). Akhirnya dokter tersebut, Edward Jenner, mencoba mengambil cairan nanah dari cacar sapi (cowpox) dan menginokulasikannya ke seorang anak laki-laki sehat berusia 8 tahun, James Phillips, dan berhasil menciptakan kekebalan terhadap infeksi cacar variola. Oleh sebab itu vaccination berasal dari kata vacca yang artinya sapi, karena vaksinasi pertama kali dilakukan dengan mengambil virus yang menginfeksi sapi untuk membentuk kekebalan terhadap smallpox.

Itu kejadian lebih dari 200 tahun yang lalu, memang benar berasal dari nanah sapi. Namun, untuk masa sekarang ini, teknologi kedokteran sudah sangat berkembang dengan pesat sehingga virus dan bakteri yang digunakan untuk vaksinasi bukan diambil dari nanah lagi. Pembuatan vaksin itu adalah industri skala besar jadi ketersediaan bahan harus terjaga konsistensi jumlah dan kualitasnya. Tidak seperti orang menanam padi yang tiap 3 bulan panen, apa iya perusahaan vaksin mau memelihara orang sakit cacar sehingga tiap hari mau dipanen nanahnya? Jelas tidak mungkin, karena orang sakit cacar juga tidak tiap hari ada. Oleh sebab itu, virus dan bakterinya dipelihara di laboratorium untuk dijaga kualitas dan jumlahnya sehingga produksi vaksin skala besar bisa dilakukan setiap saat selama vaksin tersebut masih dibutuhkan.


Sumber:





Q: Apakah vaksin terbuat dari janin? Apakah vaksin terbuat dari ginjal kera? Apakah vaksin terbuat dari babi dan anjing?


Penggunaan vaksin “dari janin” ini biasanya menuai kontroversi di umat Katholik. Namun, siapa pun pasti ngeri plus jijik jika mendapat informasi vaksin terbuat dari janin, kera, babi dan anjing.

Serupa dengan keterangan di atas, perlu dipahami bahwa produksi vaksin itu adalah produksi dalam jumlah sangat banyak di skala industri modern yang besar. Sehingga ketersediaan bahan untuk membuat vaksin harus selalu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, berbeda dengan mbok jamu yang tiap kali mau memproduksi jamu godhong kates (daun pepaya) beliau pergi ke kebun lalu memetik daun pepaya segar setiap hari untuk ditumbuk menjadi jamu.

Isu ini muncul berkaitan dengan sejarah penemuan media yang digunakan untuk pengembangbiakan virus dan bakteri yang akan  digunakan dalam vaksin. Media tumbuh ini ibarat “tanah” bagi pohon kelapa. Namun, virus dan bakteri sayangnya berbeda dengan pohon kelapa yang bisa tumbuh di tanah manapun, mulai dari daerah pantai hingga puncak gunung yang gersang.

Pada era modern saat ini, bakteri bisa ditumbuhkan dan dipelihara di lingkungan laboratorium tanpa memerlukan media hewani, jadi tinggal diberi zat makanannya dan lingkungan yang nyaman bagi bakteri itu. Namun, berbeda dengan bakteri, virus memerlukan media khusus, yaitu sel seperti sel-sel embrio di telur ayam. Sel yang bisa digunakan untuk menumbuhkembangkan virus pun adalah sel khusus yang terjaga kemurniannya di laboratorium dengan teknologi kultur jaringan, yaitu strain cell atau cell line.

Strain cell berupa cell line ini tidak mudah diperoleh, para ilmuwan di laboratorium senantiasa bereksperimen dengan penuh ketelitian di bawah pengawasan Komite Etik untuk menjaga agar penelitian tetap berjalan sesuai hukum dan koridor keilmuan yang etis. Strain cell ini dikondisikan untuk mendapatkan satu jenis sel tunggal yang abadi dan selalu berkembangbiak yang disebut cell line. Karena untuk membuat vaksin skala industri dibutuhkan media sel yang murni, berjumlah sangat besar dengan konsistensi sifat yang sangat terjaga. Cell line ini asalnya bermacam-macam dan memang ada yang berasal dari tikus, mencit, kelinci, sel kanker, janin manusia, kera, anjing dan lain-lain.

Alkisah, ilmuwan mencoba untuk membiakkan virus di berbagai media sel. Pada tahun 1936 Albert Sabin dan Peter Olitsky membiakkan sel otak yang berasal dari janin manusia yang sudah keguguran untuk membuat vaksin polio. Kemudian pada tahun 1951, Jonas Salk berhasil membiakkan sel dari ginjal kera (Vero cell line) untuk vaksin polio. Hingga kini sel Vero ini dipelihara dan dikembangbiakkan untuk memproduksi vaksin polio, variola, rotavirus dan japanese encephalitis. Pada tahun 1958 juga dikembangkan sel Madin Darby Canine Kidney (MDCK) yang diambil dari ginjal anjing cocker spanyol.

Virus memerlukan sel tertentu untuk hidup, virus manusia membutuhkan media sel manusia. Sel manusia ini bisa berasal dari sel kanker (contoh: Hela cell line berasal dari sel kanker seorang pasien wanita Henrietta Lacks) atau sel janin yang sebelumnya telah meninggal di rahim sang ibu. Janin yang meninggal di rahim memang harus dikuret, sebab jika tidak dia akan menjadi racun bagi rahim dan ibunya. Dengan persetujuan keluarga serta di bawah pengawasan Komite Etik para ilmuwan melakukan percobaan kultur jaringan dari sel-sel janin yang telah dikuret itu. Sel-sel ini disemai di media khusus di laboratorium sehingga diperoleh sel abadi, yang selalu membelah diri, tidak bisa mati dan terjaga konsistensi sifatnya.

Berbeda dengan sel-sel kanker, sel diploid janin manusia memiliki jumlah kromosom yang sama seperti sel-sel normal manusia. Pada tahun 1960-an rubella kongenital yaitu infeksi virus rubella pada wanita hamil menyebabkan banyak janin yang mati dalam kandungan. Pada tahun 1961 di Amerika Serikat, ada janin perempuan berumur 3 bulan yang diserang oleh virus rubella, janin ini kemudian meninggal di rahim ibunya. Janin kemudian dikuret dan atas persetujuan semua pihak digunakan untuk mengetahui rubella kongenital dan mendapatkan cell line yang tepat untuk media virus rubella. Dari sel-sel di paru-paru janin diperoleh strain cell WI-38 yang sangat cocok untuk mengembangbiakkan rubella. Sementara itu pada tahun 1965, di Inggris juga diperoleh strain cell WRC-5 dari paru-paru janin laki-laki berusia 14 minggu yang meninggal di rahim akibat rubella kongenital. Dari kedua strain cell ini, WI-38 dan WRC-5, berhasil dibuat vaksin rubella dengan tingkat efektifitas 95% untuk mencegah kematian dan kecacatan janin akibat rubella kongenital. Strain cell ini juga digunakan untuk membuat vaksin hepatitis A, varicella, zoster, rabies dan adenovirus.

Hingga saat ini saya tidak menemukan adanya vaksin yang dibuat dari SEL babi atau DNA babi.

Jadi, yang saat ini digunakan untuk membuat vaksin di pabrik vaksin adalah sel vero, sel MDCK, sel WI-38 dan MRC-5 ini. Bukan janin-janin atau kera-kera atau anjing-anjing dibunuh setiap hari untuk membuat vaksin. Dan, usia sel-sel inipun sudah jauh lebih tua daripada saya, usia mereka sudah 40 tahun lebih dan mereka hidup terjaga kemurniannya di laboratorium. Pihak gereja Katholik pun akhirnya memberikan ijin atas penggunaan vaksin-vaksin ini. Kabar baiknya saat ini Biofarma berhasil mengembangkan media dari sel tumbuhan jagung, sehingga kita tidak perlu khawatir lagi.

Sumber: